APSI Nganjuk

My photo
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebagai Media Informasi Pendidikan & Pembelajaran (Dari Kita Untuk Semua) Kontak: 082143737397 atau 085735336338

Tuesday, July 20, 2010

Selintans Tentang Standar Nasional Pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PENGERTIAN
1. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
4. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
5. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
6. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
7. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
8. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
9. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

LINGKUP SNP
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
• Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
• Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
STANDAR ISI

• Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
• Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM

• Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

• Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.

• Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.

• Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.

• Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.

• Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

• Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

• Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.

• Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada :
• SD/MI/ SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
• SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
• SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
• SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.

• Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.

• Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

• Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.

• Kompetensi tersebut terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.

BEBAN BELAJAR

• Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
• MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
• Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS).
• Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.
• Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
• Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
• Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
• Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
• Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.

KALENDER PENDIDIKAN
• Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
• Hari libur dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
• Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
• Standar kompetensi lulusan meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
• Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan.
• Kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
• Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
• Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
– penilaian hasil belajar oleh pendidik;
– penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
– penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK
(1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian ini digunakan untuk:
– menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
– bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
– memperbaiki proses pembelajaran.
(2) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
b. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik
(3) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai
(4) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
(5) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
b. ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
(6) Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika; dan
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN
1) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
(2) Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(3) Penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik
(4) Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(5) Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah, peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.


PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH
(1) Penilaian ini bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
(2) Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
(3) Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
(4) Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
(5) Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
(6) Setiap peserta didik wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.
(7) Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
(8) Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional.

Pasal 70

(1) Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
(2) Pada program paket A, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
(3) Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
(4) Pada program paket B, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
(5) Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
(6) Pada program paket C, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
(7) Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas program pendidikan.

KELULUSAN
(1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d. lulus Ujian Nasional



Pasal 91
(1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Pasal 92

(2) Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama mensupervisi dan membantu satuan pendidikan keagamaan melakukan penjaminan mutu.
(3) Pemerintah Provinsi mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk meyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan penjaminan mutu.
(4) Pemerintah Kabupaten/Kota mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk meyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan penjaminan mutu.
(5) BAN-S/M, BAN-PNF, dan BAN-PT memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi, dan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(6) LPMP mensupervisi dan membantu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan mutu pendidikan.
(7) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), LPMP bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Perguruan tinggi.
(8) Menteri menerbitkan pedoman program penjaminan mutu satuan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan.

Pasal 93
(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP.
(2) Rekomendasi dari BSNP tersebut didasarkan pada penilaian khusus.

Baca Selanjutnya- Selintans Tentang Standar Nasional Pendidikan

Monday, July 12, 2010

Pembelajaran Remedial

PEMBELAJARAN REMEDIAL


A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19/2005) menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Secara khusus, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi kelulusan. Standar isi memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, diatur dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh pendidik. Menurut pasal 6 PP no.19 Tahun 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi kelompok mata pelajaran: agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau perbaikan.


B. Hakikat Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.

Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.


C. Prinsip Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:




1. Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.

2. Interaktif

Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.


D. Bentuk Kegiatan Remedial

Dengan memperhatikan pengertian dan prinsip pembelajaran remedial tersebut, maka pembelajaran remedial dapat diselenggarakan dengan berbagai kegiatan antara lain:

1. Memberikan tambahan penjelasan atau contoh

Peserta didik kadang-kadang mengalami kesulitan memahami penyampaian materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang disajikan hanya sekali, apalagi kurang ilustrasi dan contoh. Pemberian tambahan ilustrasi, contoh dan bukan contoh untuk pembelajaran konsep misalnya akan membantu pembentukan konsep pada diri peserta didik.

2. Menggunakan strategi pembelajaran yang berbeda dengan sebelumnya

Penggunaan alternatif berbagai strategi pembelajaran akan memungkinkan peserta didik dapat mengatasi masalah pembelajaran yang dihadapi.

3. Mengkaji ulang pembelajaran yang lalu.

Penerapan prinsip pengulangan dalam pembelajaran akan membantu peserta didik menangkap pesan pembelajaran. Pengulangan dapat dilakukan dengan menggunakan metode dan media yang sama atau metode dan media yang berbeda.

4. Menggunakan berbagai jenis media

Penggunaan berbagai jenis media dapat menarik perhatian peserta didik. Perhatian memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Semakin memperhatikan, hasil belajar akan lebih baik. Namun peserta didik seringkali mengalami kesulitan untuk memperhatikan atau berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Agar perhatian peserta didik terkonsentrasi pada materi pelajaran perlu digunakan berbagai media untuk mengendalikan perhatian peserta didik.


PELAKSANAAN PEMBELAJARAN REMEDIAL



Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.


A. Diagnosis Kesulitan Belajar

1. Tujuan

Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
a. Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
b. Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
c. Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb.

2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.
a. Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
b. Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
c. Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.
d. Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.






B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:

1. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.

2. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.

3. Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus.
Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.

4. Pemanfaatan tutor sebaya.
Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.

Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Jika peserta didik tidak lulus karena penilaian hasil maka sebaiknya hanya mengulang tes tersebut dengan pembelajaran ulang jika diperlukan. Namun apabila ketidaklulusan akibat penilaian proses yang tidak diikuti (misalnya kinerja praktik, diskusi/presentasi kelompok) maka sebaiknya peserta didik mengulang semua proses yang harus diikuti.








C. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.


D. Tes Ulang

Tes ulang diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti program pembelajaran remedial agar dapat diketahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan dalam penguasaan kompetensi yang telah ditentukan.


E. Nilai Hasil Remedial
Nilai hasil remedial tidak melebihi nilai KKM

Sumber : DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2010
Baca Selanjutnya- Pembelajaran Remedial

Pembelajaran Pengayaan

PEMBELAJARAN PENGAYAAN


A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, disajikan dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh guru. Menurut pasal 6 PP. 19 Th. 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.


B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan

Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya.

Untuk memahami pengertian program pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22, 23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.






C. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu:

1. Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:
a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;
c. Penggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus.


PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGAYAAN


Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.


A. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar

1. Tujuan

Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

a. Belajar lebih cepat.
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

b. Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

c. Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.

d. Berpikir mandiri.
Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

e. Superior dalam berpikir abstrak.
Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.

f. Memiliki banyak minat.
Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

a. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

b. Tes inventori
Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.

c. Wawancara
Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

d. Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.


B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Belajar Kelompok
Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

2. Belajar mandiri.
Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.

3. Pembelajaran berbasis tema.
Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

4. Pemadatan kurikulum.
Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.




Perlu dijelaskan bahwa panduan penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi.

Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal.

sumber : DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2010
Baca Selanjutnya- Pembelajaran Pengayaan
PEMBELAJARAN PENGAYAAN


A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, disajikan dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh guru. Menurut pasal 6 PP. 19 Th. 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.


B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan

Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya.

Untuk memahami pengertian program pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22, 23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.






C. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu:

1. Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:
a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;
c. Penggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus.


PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGAYAAN


Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.


A. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar

1. Tujuan

Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

a. Belajar lebih cepat.
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

b. Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

c. Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.

d. Berpikir mandiri.
Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

e. Superior dalam berpikir abstrak.
Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.

f. Memiliki banyak minat.
Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

a. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

b. Tes inventori
Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.

c. Wawancara
Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

d. Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.


B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Belajar Kelompok
Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

2. Belajar mandiri.
Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.

3. Pembelajaran berbasis tema.
Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

4. Pemadatan kurikulum.
Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.




Perlu dijelaskan bahwa panduan penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi.

Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal.

sumber : DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2010
Baca Selanjutnya-
PEMBELAJARAN PENGAYAAN


A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, disajikan dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh guru. Menurut pasal 6 PP. 19 Th. 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.


B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan

Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya.

Untuk memahami pengertian program pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22, 23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.


C. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu:

1. Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:
a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;
c. Penggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus.


PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGAYAAN


Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.


A. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar

1. Tujuan

Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

a. Belajar lebih cepat.
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

b. Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

c. Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.

d. Berpikir mandiri.
Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

e. Superior dalam berpikir abstrak.
Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.

f. Memiliki banyak minat.
Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

a. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

b. Tes inventori
Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.

c. Wawancara
Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

d. Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.


B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Belajar Kelompok
Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

2. Belajar mandiri.
Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.

3. Pembelajaran berbasis tema.
Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

4. Pemadatan kurikulum.
Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.




Perlu dijelaskan bahwa panduan penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi.

Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal.
Baca Selanjutnya-

Wednesday, July 7, 2010

Kenang-kenangan dari RAKERNAS II APSI JUNI 2010

Partisipasi Aktif APSI Kabupaten Nganjuk dalam
RAKERNAS II APSI dan Seminar Nasional
Sawangan - Bogor
14 s.d 16 Juni 2010





kami dari Jawa Timur.....................


Ketua APSI Kab Nganjuk ..............



Laporan Hasil Sidang komisi.......................


Sidang Komisi..........................




Foto Bareng..............................




Bapak Fasli Djalal memberikan arahan.................


































Baca Selanjutnya- Kenang-kenangan dari RAKERNAS II APSI JUNI 2010

KEGIATAN PENGEMBANGAN PROFESI PENGAWAS

KEGIATAN PENGEMBANGAN PROFESI DAN KTI

. Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah
Pengawas sekolah wajib melakukan berbagai kegiatan dalam pelaksanaan tugasnya. Untuk setiap kegiatan yang dilakukan, diberi bobot angka yang disebut sebagai angka kredit yang diperlukan sebagai salah satu syarat dalam kenaikan pangkat / jabatan. Hal tersebut, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme pengawas sekolah.
Kenaikan pangkat/jabatan Pengawas Sekolah Golongan IVa ke atas, mewajibkan adanya angka kredit yang harus diperoleh dari Kegiatan Pengembangan Profesi. Dimaksudkan dengan kegiatan pengembangan profesi pengawas sekolah, adalah kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ketrampilan untuk peningkatan mutu profesionalisme sebagai pengawas sekolah maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan, khususnya dalam kegiatan menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kaitanya dengan kegiatan pengembangan profesi, seorang pengawas sekolah yang profesional , di antaranya mempunyai ciri,
Menguasai berbagai aspek yang berkaitan dengan jabatan fungsional dan angka kreditnya.
Mampu dan mau untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya.
Mampu dan mau mengikuti kegiatan ilmiah seperti diskusi, seminar, lokakarya dalam bidang pendidikan, maupun berbagai penataran/pelatihan yang berkaitan dengan tugas-tugas kepengawasan
Terampil menulis artikel ilmiah, buku dan masalah-masalah kependidikan
Terampil merancang dan melaksanakan kegiatan ilmiah, penataran dan lokakarya di bidang kependidikan
Terampil memberikan bimbingan kepada guru tentang penulisan karya ilmiah
Terampil melaksanakan berbagai inovasi pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibinanya

2. Tujuan Kegiatan Pengembangan Profesi
Tujuan utama kegiatan pengembangan profesi bagi pengawas sekolah adalah untuk meningkatkan kualitas kinerja kepengawasan. Kegiatan pengembangan profesi bukan dimaksudkan untuk memperbanyak pengawas sekolah dengan pangkat/golongan IVa ke atas, tetapi untuk meningkatkan jumlah pengawas sekolah yang makin profesional. Hal tersebut akan dapat dicapai apabila pengawas sekolah meningkatkan kualitas dan mutu berbagai kegiatan pengembangan profesinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
Sebagai penghargaan kepada pengawas sekolah yang mampu meningkatkan mutu profesionalnya, wajib diberikan penghargaan, di antaranya dengan kenaikan pangkat/golongannya.
Adalah tidak adil dan tidak professional jika penghargaan kenaikan pangkat/golongan diberikan “secara otomatis” kepada semua pengawas sekolah, baik yang berprestasi maupun yang tidak, atau hanya berdasar kepada senioritas atau lama masa kerjanya. Adalah adil, bila bagi pengawas sekolah yang mampu meningkatkan profesionalismenya, yang dibuktikan dengan banyak dan bermutunya kegiatan pengembangan profesi yang dilakukan, kepada merekalah penghargaan, termasuk kenaikan pangkat/golongan, diberikan.

3. Macam Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah
Pengembangan profesi terdiri dari berbagai kegiatan, yang berbeda-beda antara satu profesi dengan profesi yang lainnya. Macam kegiatan pengembangan profesi bagi pengawas sekolah, berbeda dengan macam kegiatan pengembangan profesi guru. Hal tersebut dikarenakan berbedanya tugas dan tanggung jawab antara guru dan pengawas sekolah. .
Berikut disajikan ringkasan macam perbedaaan kegiatan pengembangan profesi pengawas dan guru, yang ditetapkan berdasar peraturan yang berlaku saat ini.
Pengawas Sekolah[1]
· membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI),
· menemukan Teknologi Tepat Guna,
· menciptakan karya seni
· menyusun pedoman pelaksanaan pengawasan, dan
· menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan sekolah
Guru
· membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI),
· menemukan Teknologi Tepat Guna,
· membuat alat peraga/bimbingan,
· menciptakan karya seni, dan
· mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
atas menunjukkan bahwa perbedaan macam kegiatan pengembangan profesi antara pengawas sekolah dengan guru adalah :
(a) Kegiatan membuat alat peraga/bimbingan tidak hanya dapat dilakukan oleh guru dan bukan oleh pengawas sekolah
(b) Kegiatan menyusun pedoman pelaksanaan pengawasan, dan menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan sekolah, hanya dilakukan oleh pengawas sekolah.
Tampak bahwa, membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI), menembukan Teknlogi Tepat Guna dan menciptakan Karya Seni merupakan macam kegiatan pengembangan profesi yang dapat dilakukan, baik oleh para pengawas sekolah maupun guru.
Jadi, sangat tidak benar bila dinyatakan bahwa kegiatan pengembangan profesi pengawas sekolah harus atau hanya berupa Karya Tulis Ilmiah. Meskipun memang, pada saat ini, macam kegiatan pengembangan profesi yang paling banyak dilakukan baik oleh pengawas sekolah dan juga guru adalah berupa membuat Karya Tulis Ilmiah.
Macam kegiatan pengembangan profesi pengawas sekolah di atas, semuanya memerlukan kemampuan dalam bidang penelitian dan pengembangan, terlebih lagi dalam membuat Karya Tulis Ilmiah. Karena menulis KTI tidak saja sebagai bagian dari macam kegiatan pengembangan profesi, tetapi juga merupakan bagian tugas pokok dan fungsi pengawas.
Seorang pengawas sekolah dinyatakan profesional dalam Penelitian dan Pengembangan, apabila :
Ü Menguasai metodologi penelitian pendidikan terutama penelitian tindakan kelas untuk perbaikan pembelajaran dan penelitian tindakan sekolah untuk peningkatan mutu kepengawasannya
Ü Terampil menyusun proposal penelitian pendidikan khususnya penelitian kepengawasan
Ü Terampil melaksanakan pengumpulan data empiris dan menguasai teknik pengolahan dan analisis data hasil penelitian
Ü Menguasai teknik penulisan karya ilmiah dan mampu menyusun laporan hasil penelitian sesuai dengan kriteria KTI pengembangan profesi pengawas sekolah
Ü Terampil menilai karya tulis ilmiah yang dibuat guru dan tenaga kependidikan lainnya serta terampil menggunakan dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian. Macam Karya Tulis Ilmiah
Salah satu macam kegiatan pengembangan profesi pengawas sekolah adalah membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI). Ada lima macam KTI yang dapat dibuat oleh pengawas sekolah, yaitu:[2]
Karya (tulis) ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survey, dan atau evaluasi di bidang pendidikan.
Karya tulis atau makalah yang berisi tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang pendidikan.
Tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan dan kebudayaan yang disebarluaskan melalui media massa.
Prasaran yang berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan dalam pertemuan ilmiiah.
Buku pelajaran atau modul
Dari lima macam KTI di atas, KTI laporan hasil penelitian, khususnya yang berupa laporan Penelitian Tindakan Sekolah, merupakan macam KTI yang saat ini banyak dibuat oleh para pengawas sekolah.
[1] Berdasar Keputusan Bersama Mendikbud dan KBAKN Nomor 0322/O/1996 nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kredirnya
[2] Untuk lebih memperjelas lihat pada Lampiran I dari Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor : 84/1993 Tanggal 24 Desember 1993 tentang Rincian Kegiatan Guru dan Angka Kreditnya. Untuk KTI bagi guru macam KTI tersebut masih ditambah dengan (6) Diktat pelajaran dan (7) Karya penerjemahan buku pelajaran/karya ilmiah yang bermanfaat bagi pendidikan.


Sumber : Bahan Diklat Penguatan Kompetensi Pengawas Sekolah DimensiSupervisi Akademik
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2010
Baca Selanjutnya- KEGIATAN PENGEMBANGAN PROFESI PENGAWAS

Tuesday, July 6, 2010

Bidikan Lensa di RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

Sawangan - Bogor 14 s/d 16 Juni 2010
Baca Selanjutnya- Bidikan Lensa di RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

Baca Selanjutnya- RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

Baca Selanjutnya- RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

Baca Selanjutnya- RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

Baca Selanjutnya- RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR NASIONAL

RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR

Baca Selanjutnya- RAKERNAS II APSI DAN SEMINAR

Monday, July 5, 2010

Legenda Nganjuk

Candi Lor

Secara geografis Candi Lor terletak di desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, atau kira-kira 3-4 kilometer arah selatan dari pusat kota Nganjuk. Berdasarkan bukti tertulis yang ditemukan di kompleks candi ini, dapat dikemukakan bahwa Candi Lor ini didirikan oleh Pu Sindok pada tahun 859 Caka atau 937 M sebagai Tugu Peringatan Kemenangan Sindok atas musuhnya dari Melayu. Secara riil, candi yang menghadap ke barat ini wujudnya sudah tidak berbentuk lagi (sudah sangat rusak). Hal ini disebabkan usia bangunan yang memang sudah sangat tua, bahkan bangunan yang terbuat dari batu merah dan tumbuhnya pohon Kepuh di badan candi yang akar-akarnya mencengkeram dan menghunjam kesegala arah di badan candi sebelah selatan. Candi ini berdiri atas tanah seluas 42 x 39,4 meter 91654 meter persegi), luas soebasemen (alas) 12,4 x 11,5 meter (142,6 meter persegi) dan tinggi candi lebih kurang 9,3 meter. Krom berpendapat, bahwa candi ini pada awalnya bertingkat dan bersifat Siwais. Dalam candi ini terdapat beberapa area diantaranya Ganesha dan Nandi. Meskipun keadaannya sudah rusak, dapat diperkirakan bahwa candi ini dahulunya mempunyai ruang dalam yang berbentuk segi empat.. Hal ini terlihat adanya sudut siku-siku yang masih tampak di sudut timur laut ruang dalam candi ini.
Sekarang ini, di sebelah barat candi terdapat dua arca yang semuanya sudah tanpa kepala, yang satu diperkirakan arca Ganesha dan yang lain Siwa Mahadewa. Di sebelah barat arca terdapat Lingga dan Yoni, yang keadaannya telah rusak (Yoni telah pecah dan Lingga tinggal sebagian). Di sebelah baratnya lagi terdapat dua buah makam yang oleh penduduk diyakini sebagai makam Yang Karta dan Yang Kerti, abdi kinasih Pu Sindok. Jika benar bahwa benda-benda tersebut asli dari Candi Lor, maka dapat disimpulkan bahwa candi Lor bersifat Siwa.
Pada tahun 1913, di sawah sekitar candi berhasil ditemukan 4 (empat) buah arca yang terbuat dari perunggu, yang menggambarkan pantheon Budhisme, yaitu :
1. Tara Musik, berukuran 7,8 cm, menggambarkan seseorang yang sedang memainkan kecapi yang terbuat dari rotan dalam ekspresi menyanyi dan menari, dengan tugas memuja Dhyani Budha.
2. Bodhisattwa, berukuran 7,8 cm. dalam Budha Mahayana Bodhisattwa dianggap sebagai calon Budha. Tiap-tiap Dhyani Buddha mesti dikelilingi oleh Bodhisattwa. Disini Shyani Budha dikelilingi oleh 4 Bodhisattwa yang disebut Vajradathu Mandala.
3. Dhupa Tara dan Puspha Tara, berukuran 9 cm. Kedua arca ini digambarkan ramping dan sangat indah. Yang satu digambarkan sama dengan Tara Musik, dan yang satunya digambarkan sebagai Dhupa Bunga.
Patung yang diketemukan di dekat Candi Lor ini sangat penting ditinjau dari segi artistik dan ikonografinya (ilmu tentang arca). Susunan pantheonnya sangat khas, yaitu mengungkapkan tradisi kerajaan dengan patung Budha yng menghadap keempat penjuru. Beberapa patung perunggu ini karena keindahannya pernah dipamerkan di Arena Pameran Benda Seni Negeri Jajahan di Paris tahun 1931. Seorang ahli sejarah kuno Indonesia, Dr. FDK. Bosch yang terpesona dengan patung tersebut membandingkan dengan patung Budha Liran Singon di Jepang. Sedangkan ciri-cirinya yang indah itu dibandingkan dengan gambaran pada naskah ikonografi Budha yang ada di Bali. Di kompleks candi ini, diketemukan pula sebuah batu bertulis (prasasti) yang kemudia telah dikenal dengan nama Prasasti Anjuk Ladang. Prasasti ini mula-mula untuk kepentingan penelitian, yang kemudian dibawa ke Kediri (kediaman Residen Kediri) dan sekarang telah disimpan di Museum Nasional dengan nomor koleksi F-59. Prasasti ini berisi maklumat dari seorang pejabat tinggi kerajaan, yang ditulis pada bagian muka 49 baris dan pada bagian belakang terdiri dari 36 baris. Berdasarkan tulisan tersebut dapat dikatakan bahwa prasasti itu dikeluarkan Pu Sindok yang bergelar Sri Maharaja Pu Sindok Sri Isana Dharmotunggadewa pada tahun 859 C atau 937 M. Walaupun Candi Lor keadaannya telah rusak, namun ditempat inilah terdapat salah satu bukti bahwa Nganjuk pernah berperan dalam panggung sejarah nasional. Disini terdapat batu bertulis yang memuat sebutan (toponimi) yang sangat dekat sekali ucapannya dengan Nganjuk, yakni Anjuk Ladang. Candi Lor ini merupakan bukti sejarah tentang keberhasilan Pu Sindok mengalahkan musuhnya, dan sekaligus merupakan Tugu Peringatan (Jayastamba).




Candi Ngetos




2. Candi Ngetos a. Letak Geografis dan Wujud Fisik Terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 kilometer arah selatan kota Nganjuk. Bangunannya terletak ditepi jalan beraspal antara Kuncir dan Ngetos. Menurut para ahli, berdasarkan bentuknya candi ini dibuat pada abad XV (jaman Majapahit). Dan menurut perkiraan, candi tersebut dibuat sebagai tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Bangunan ini secara fisik sudah rusak, bahkan beberapa bagiannya sudah hilang, sehingga sukar sekali ditemukan bentuk aslinya. Berdasarkan arca yang ditemukan di candi ini, yaitu berupa arca Siwa dan arca Wisnu, dapat dikatakan bahwa Candi Ngetos bersifat Siwa–Wisnu. Kalau dikaitkan dengan agama yang dianut Raja Hayam Wuruk, amatlah sesuai yaitu agama Siwa-Wisnu. Menurut seorang ahli (Hoepermas), bahwa didekat berdirinya candi ini pernah berdiri candi berukuran lebih kecil (sekitar 8 meter persegi), namun bentuk keduanya sama. N. J. Krom memperkirakan bahwa bangunan candi tersebut semula dikelilingi oleh tembok yang berbentuk cincin. Bangunan utama candi tersebut dari batu merah, sehingga akibatnya lebih cepat rusak. Atapnya diperkirakan terbuat dari kayu (sudah tidak ada bekasnya). Yang masih bisa dilihat tinggal bagian induk candi dengan ukuran sebagai berikut : Panjang candi (9,1 m), tinggi badan (5,43 m), tinggi keseluruhan (10 m), saubasemen (3,25 m), besar tangga luar (3,75 m), lebar pintu masuk (0,65 m), tinggi undak menuju ruang candi (2,47 m) dan ruang dalam (2,4 m). b. Relief Terdapat empat buah, namun sekarang hanya tinggal satu, yang tiga telah hancur. Pigura-pigura pada saubasemennya (alasnya) juga sudah tidak ada. Dibagian atas dan bawah pigura dibatasi oleh loteng-loteng, terbagi dalam jendela-jendela kecil berhiaskan belah ketupat, tepinya tidak rata, atau menyerupai bentuk banji. Hal ini berbeda dengan bangunan bawahnya yang tidak ada piguranya, sedankan tepi bawahnya dihiasi dengan motif kelompok buah dan ornamen daun. Disebelah kanan dan kiri candi terdapat dua relung kecil yang diatasnya terdapat ornamen yang mengingatkan pada belalai makara. Namun jika diperhatikan lebih seksama, ternyata suatu bentuk spiral besar yang diperindah. Dindingnya terlihat kosong, tidak terdapat relief yang penting, hanya diatasnya terdapat motif daun yang melengkung ke bawah dan horisaontal, melingkari tubuh candi bagian atas. Yang menarik, adalah motif kalanya yang amat besar, yaitu berukuran tinggi 2 x 1,8 meter. Kala tersebut masih utuh terletak disebelah selatan. Wajahnya menakutkan, dan ini menggambarkan bahwa kala tersebut mempunyi kewibawaan yang besar dan agaknya dipakai sebagai penolak bahaya. Motif kala semacam ini didapati hampir pada seluruh percandian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Motif ini sebenarnya berasal dari India, kemudian masuk Indonesia pada Jaman Hindu. Umumnya, di Indonesia motif semacam ini terdapat pada pintu-pintu muka suatu percandian. c. Arca Candi Di Candi Ngetos sekarang ini tidak didapati lagi satu arcapun. Namun menurut penuturan beberapa penduduk yang dapat dipercaa, bahwa didalam candi ini terdapat dua buah arca, paidon (tempat ludah) dan baki yang semuanya terbuat dari kuningan. Krom pernah mengatakan, bahwa di candi diketemukan sebuah arca Wisnu, yang kemudian disimpan di Kediri. Sedangkan yang lain tidak diketahui tempatnya. Meskipun demikian bisa dipastikan bahwa candi Ngetos bersifat Siwa-Wisnu, walaupun mungkin peranan arca Wisnu disini hanya sebagai arca pendamping. Sedangkan arca Siwa sebagai arca yang utama. Hal ini sama dengan arca Hari-Hara yang terdapat di Simping, Sumberjati yang berciri Wisnu. d. Cerita Rakyat Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa Raka Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan disitu karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya Raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwotoo. Raja ini mempunyai seorang patih bernama Raden Bagus Condrogeni, yang pusat kepatihannya terletak disebelah barat Ngatas Angin, kira-kira berjarak 15 km. Diceritakan, bahwa Raden Ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi Raja di Majapahit. Hayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya kemudian, nanti ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi. Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakan Candi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya. Krom juga berpendapat, bahwa disekitar candi Ngetos ini terdapat sebuah Paramasoeklapoera, tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk. Mengenai kata Tajum dapat disamakan dengan Tajung, sebab huruf “ng” dapat berubah menjadi huruf “m” dengan tanpa berubah artinya. Misalnya Singha menjadi Simha dan akhirnya Sima. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekmono yang menyatakan bahwa setelah Hayam Wuruk meninggal dunia, maka makamnya diletakkan di Tajung, daerah Berbek, Kediri. Selanjutnya diceritakan, bahwa Raja Ngatas Angin R. Ngabei Selupurwoto mempunyai saudara di Kerajaan Bantar Angin Lodoyo (Blitar) bernama Prabu Klono Djatikusumo, yang kelas digantikan oleh Klono Joyoko. Raja-raja ini ditugaskan oleh Hayam Wuruk untuk membuat kompleks percandian. Raden Ngabai Selopurwoto di kompleks Ngatas Angin menugaskan Empu Sakti Supo (Empu Supo) untuk membuat kompleks percandian di Ngetos. Karena kesaktiannya maka dalam waktu yang tidak terlalu lama tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai petunjuk
Baca Selanjutnya- Legenda Nganjuk

Kenang-kenangan dari PMPTK

...teman seperjuangan di daerah khusus ....foto bareng Bapak Surya Dharma, MPA., Ph.D



Ketua APSI Kab Nganjuk
.....menerima piagam Pengawas di Daerah Khusus ( Pengawas Berdedikasi) Tahun 2009




Baca Selanjutnya- Kenang-kenangan dari PMPTK

Thursday, July 1, 2010

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH

1. Pengertian TQM
Perhatian kajian manajemen terhadap peningkatan mutu suatu produk dalam dua dasawarsa meningkat sangat pesat. Perkembangan dimulai dari dunia industri dan dianggap berhasil meningkatkan efisiensi dan penjualan produk dunia industri keberhasilan ini merambah ke setiap kegiatan yang menggunakan manajemen untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi usaha atau perusahaan . Suatu konsep yang berupaya meningkatkan mutu adalah Total Quqlity Management (TQM). Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Menyeluruh (MPM).
a. TQM adalah suatu filosofi untuk meningkatkan dan menjaga mutu suatu organisasi dengan melakukan perbaikan proses secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memuaskan pelanggan (customer). Mutu adalah kepuasan pelanggan dan mutu adalah pandangan hidup ( Gunawi dan Tukiman 2001).
b. TQM adalah suatu sistem manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customers pada biaya sesungguhnya yang secara berkelanjutan. TQM merupakan pendekatan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang atau program terpisah) dan merupakan bagian terpadu strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara horizontal menembus fungsi dan departemen melibatkan semua karyawan dari atas sampai bawah meluas ke hulu dan ke hilir mencakup mata rantai (supplier) pemasok dan customer (Mulyadi, 2002: 10).
c. Total Quality Management (TQM) adalah merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa manusia, proses dan lingkungannya. (Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001). Atau semua aktifitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan mutu.

2. Customer Value Mindset dalam TQM.
Mindset adalah sikap mental (fixed mental attitude) yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan prasangka. Mindset merupakan pranata mental yang dipakai oleh orang sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak. Mindset terdiri dari tiga komponen pokok yaitu(1) paradigma yaitu cara yang digunakan oleh seseorang didalam memandang sesuatu (2) keyakinan dasar adalah keyakinan yang diletakan oleh seseorang terhadap sesuatu dan (3) nilai dasar adalah sikap sifat dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang sehingga berdasarkan nilai -nilai tersebut tindakan seseorang dibatasi (Mulyadi, 2002).

3. Leadership dalam TQM
Naisbitt (1994) menunjukan betapa berbagai perubahan kontekstual tersebut telah memunculkan berbagai paradoks global. Hanya mereka yang mampu memberi respons yang tepat terhadap perubahan kontekstual dapat memperoleh manfaat darinya. Sebaliknya mereka yang ingin memperoleh kemapanan akan hanyut dilanda perubahan global yang penuh paradoks itu . Lebih jauh Handy (2000) mengingatkan bahwa orang perlu waspada di dalam era yang penuh perubahan tersebut karena kemajuan ekonomi yang dimungkinkan di dalam era ini sekaligus dapat menjadikan manusia sekedar menjadi baut kecil didalam mesin yang besar. Dunia banyak menghadapi paradoks hanya mereka yang mampu menghadapi dan mau berkorban demi masa depan yang dapat memperoleh manfaat dari padanya.
Hartanto (2000) membahas secara komprehensif bagaimana semua perubahan itu menyebabkan orang perlu mengadopsi paradigma bisnis dan kerja yang baru bila mereka ingin mencapai keberhasilan. Mereka harus berani membangun kerjasama tetapi juga perlu memiliki jati diri yang kuat. Di dalam lingkungan kehidupan ekonomi makro yang manapun perusahaan /organisasi biasanya bekerja dan menjalankan praktik manajemen secara berbeda-beda.
Dari uraian di atas terjadinya perubahan telah memberikan beberapa dampak bagi praktik manajemen diantaranya sebagai berikut. Pertama perubahan sistem ekonomi yang didominasi oleh produsen menjadi sistem ekonomi pasar. Ekonomi pasar pada dasarnya adalah merupakan perwujudan dari demokrasi ekonomi dengan memperhatikan pihak pelanggan sebagai pihak yang perlu diperhatikan kepentingannya. Semua usaha difokuskan kepada kepuasan pelanggan. Usaha untuk menghadapi perubahan ini adalah dengan membuat paradigma baru membuat apa yang dapat dijual menggantikan paradigma menjual apa yang dapat dibuat. Kedua munculnya globalisasi sistem ekonomi .Yang tidak hanya dapat diartikan sebagai bisnis melampaui batas negara tetapi globalisasi juga menggunakan tolok ukur internasional bukan lagi nasional maupun lokal. Logika baru di pasar global sebagai prasarat untuk unggul di dalam kompetesi global. Ketiga kebutuhan pelanggan telah bergeser dari kebutuhan yang bersifat baku atau fisik berubah menjadi kebutuhan yang menonjolkan sifat psiko – sosial sejalan dengan perubahan tingkat kebutuhan masyarakat. Tidaklah mengherankan bila produksi di masa lalu untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah yang banyak menjadi prasyarat untuk berhasil dalam dunia bisnis tetapi kini orang perlu melakukan kustominasi masa untuk memenuhi selera yang berbeda-beda tersebut. Keempat adanya perubahan perilaku dan cara bertindak pelaku ekonominya karena dalam dunia bisnis sangat kompleks dan tidak dapat disederhanakan dalam rencana yang baku tetapi perlu dihadapi dengan sikap yang dinamik dengan berubah menjadi pengendali penguasa dan pemanfaatan mesin ekonomi. Kelima di dalam tatanan ekonomi yang baru manusia yang menjadi pelakunya tidak dapat lagi diperlakukan sekedar sebagai sumber daya . Mereka juga harus diakui sebagai manusia yang mempunyai cita-cita memiliki motivasi wawasan dan inovasi. Pekerja harus diakui sebagai manusia karya yang memiliki kedudukan sentral dalam suatu sistem kerja.

3. Penerapan TQM Di Sekolah
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah (2000: 191) adalah (1) siswa: kesiapan dan motivasi belajarnya, (2) guru: kemampuan profesional, moral kerjanya (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan social), (3) kurikulum: relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya, (4) dan, sarana dan prasarana: kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran, (5) Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan perguruan tinggi): partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah. Mutu komponen-komponen tersebut di atas menjadi fokus perhatian kepala sekolah.
Adapun prinsip dari MMT dalam buku tersebut yaitu selama ini sekolah dianggap sebagai suatu Unit Produksi, dimana siswa sebagai bahan mentah dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: (1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, (2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha)
Arcaro (2006) menyatakan bahwa apabila diterapkan secara tepat, Manajemen mutu Terpadu (MMT) merupakan metodologi yang dapat membantu para profesional pendidikan menjawab tantangan lingkungan masa kini. MMT dapat dipergunakan untuk mengurangi rasa takut dan meningkatkan kepercayaan di sekolah. MMT dapat dipergunakan sebagai perangkat untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis, dan pemerintahan.Aliansi pendidikan memastikan bahwa para profesional sekolah atau wilayah memberikan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan program-program pendidikan. MMT dapat memberikan fokus dlam pendidikan dan masyarakat. MMT membentuk infrastruktur yang fleksibel yang dapat membantu pendidikan menyesuaikan diri dengan keterbatasan dana dan waktu. MMT memudahkan sekolah mengelola perubahan.
Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan mengadopsi dedikasi bersama terhadap mutu oleh dewan sekolah, administrator, staf, siswa, guru, dan komunitas. Prosesnya diawali dengan mengembangkan visi dan misi mutu untuk wilayah dan setiap sekolah serta departeman dalam wilayah tersebut. Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kostumer, mendorong keterlibatan total komunitas dalam program, mengembangkan sistem pngukuran nilai tambah pendidikan, menunjang sistem yang diperlukan staf dan siswa untuk mengelola perubahan, serta perbaikan berkelanjutan dangan selalu berusaha keras membuat produk pendidikan menjadi lebih baik.

a. Terfokus pada Pelanggan
Agar sekolah mengembangkan fokus mutu, setiap orang dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa setiap output lembaga pendidikan adalah pelanggan. Pelanggan lembaga pendidikan/sekolah terdiri dari pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal utama sekolah adalah siswa dan sekaligus sebagai input utama (main input) yang akan diproses menjadi lulusan. Pelanggan eksternal kedua dan seterusnya adalah orang tua, dunia usaha, pemerintah dan pendidikan lebih lanjut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah yang berumutu adalah sekolah yang dapat memenuhi atau melebihi keinginan, harapan dan kebutuhan pelangannya.
Menurut Goetsch dan Davis pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa. Oleh karena itu, dalam pendirian dan penyelenggaraan sekolah harus didahului dengan mengadakan penelitian dan bertanya kepada masyarakat luas, jenis, jenjang pendidikan dan program studi/jurusan apa yang dibutuhkan pada suatu daerah tertentu. Dengan penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, maka tidak akan terjadi lulusan yang tidak diterima di masyarakat. Semua lulusan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang sesuai dengan keinginannya, dapat diterima di dunia usaha atau dapat menciptakan pekerjaan sendiri serta dapat memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidupnya. Jika semua lembaga pendidikan/sekolah telah mampu menyelenggaragan pendidikan seperti demikian hasilnya, maka akan terjadi stabilitas nasional baik dalam bidang ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Untuk mewujudkan pendidikan yang dapat memuaskan pelanggan eksternal seperti tersebut di atas, maka kepala sekolah terlebih dahulu harus memuaskan pelanggan internalnya, yaitu para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi, tenaga keamanan dan tenaga kebersihan. Para personil yang merupakan pelanggan internal inilah merupakan pihak penentu dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Guru adalah pelaksana kegiatan inti (core business) sekolah yaitu proses pembelajaran yanag akan menentukan kualitas lulusannya. Pustakawan adalah SDM/personil yang memberikan layanan sumber pembelajaran tekstual untuk mendukung kegiatan akademik/ pembelajaran. Laboran adalah personil/SDM yang mendukung kegiatan akademik/pembelajaran siswa pada skala laboratorium sebagai kelanjutan atau membuktikan berbagai teori yang telah dipelajari melalui pembelajaran literatur. Tenaga administrasi adalah kegiatan pendukung, agar kegiatan akademik/pembelajaran di sekolah, baik administrasi akademik maupun administrasi non akademik dapat berjalan dengan baik. Tenaga kebersihan sebagai personil/SDM sekolah yang mendukung agar suasana sekolah tetap asri dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dan tenaga keamanan bertanggung jawab untuk menciptakan suasana sekolah agar tetap aman dan terkendali.
Kepuasan pelanggan internal sekolah pada dasarnya adalah jika mereka dapat bekerja atau menjalankan tugas dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai, mendapatkan kompensasi yang layak atas kinerja yang telah diberikan, baik dalam bentuk finansial, material maupun non material serta kesejahteraan secara luas. Sebagai wujud atau bukti adanya kepuasan pelanggan internal sekolah adalah para guru, tenaga admnistrasi, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan dan kemanan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai sistem, prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan. Dengan adanya kepuasan pelanggan internal ini diharapkan mereka dapat memuwujudkan kepuasan terhadap pelanggan eksternal sekolah (Nurochim, http://nurochim.multiply.com/journal/)

2. Keterlibatan Total
Tiap orang mesti terlibat dalam transformasi mutu. Manajemen mesti memiliki komitmen untuk memfokuskan pada mutu. Seperti ditunjukkan dalam program mutu yang disajikan dalam buku ini, manajemen administratif wilayah dan sekolah harus mendorong staf dan siswa untuk mngubah cara kerja yang selama ini dilakukan. Tanpa adanya komitmen, program mutu tidak akan berhasil.
Untuk mewujudkan keterlibatan total semua warga sekolah kepala sekolah menyusun organisasi, menganalisis jabatan dan pekerjaan, menyusun uraian tugas, menempatkan orang sesuai latar belakang pendidikan dan keahliannya serta sesuai dengan beban tugas dan pekerjaannya secara merata. Semua warga sekolah diberikan tugas dan fungsi sesuai keahliannya, sesuai bakat dan minatnya. Sebesar atau sekecil apapun, semua warga sekolah harus dilibatkan, diberikan tugas, peran dan fungsi dalam peningkatan mutu sekolah, mulai dari kepala sekolah itu sendiri, komite sekolah, para guru, staf tata usaha, pustakawan, laboran, siswa dan orang tua.
Pelibatan semua warga sekolah itu harus berlangsung mulai dari planning, organizing, staffing, directing, commanding, coordinating, communicating, budgeting, leading, motivating, compensating dan sampai kepada controlling. Dengan pelibatan tersebut, maka mereka akan menjalankan tugas, peran dan fungsi serta pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan penuh komitmen. Pelibatan semua warga sekolah menurut Goetsch dan Davis sebagaimana di kutip oleh Ariani adalah merupakan bentuk pemberian kepuasan kepada pelangan internal agar mereka mau dan mampu memberikan layanan pendidikan yang memuaskan bagi pelangan eksternalnya. Pelibatan warga sekolah itu dalam seluruh proses atau kegiatan.
Bentuk-bentuk keterlibatan guru dan karyawan sekolah dalam peningkatan mutu sekolah dapat berupa saran, baik secara pribadi maupun kelompok, baik atas permintaan pimpinan ataupun atas inisiatif sendiri, dibentuknya tim pemecahan masalah baik atas inisiatif kelompok maupun atas permintaan pimpinan, terbentuknya komite perbaikan mutu sekolah secara berkesinambungan, terbentuknya gugus kendali mutu sekolah dan terbentuknya kelompok-kelompok kerja dalam peningkatan mutu sekolah. Keberhasilan pemberdayaan guru dan karyawan pada suatu sekolah ditandai bahwa pekerjaan mereka milik mereka sendiri, meraka bekerja, menjalankan tugas dan fungsinya secara bertanggung jawab, mereka memahami betul posisi mereka berada dan mereka memiliki pengendalian atas pekerjaan mereka.
Transformasi mutu diawali dengan mengadopsi paradigma baru pendidikan. Cara pikir dan cara kerja lama harus disingkirkan. Dalam bidang pendidikan, memang sulit bagi orang-orangnya untuk mengembangkan paradigma baru pendidikan. Ada dua keyakinan pokok yang menghalangi tiap upaya penciptaan mutu dalam sistem pendidikan. Pertama, banyak profesional pendidikan yakin bahwa mutu pendidikan bergantung pada besarnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan. Lebih banyak uang yang diinvestasikan dalam pendidikan maka semakin tinggi mutu pendidikan. Studi kasus mutakhir meruntuhkan keyakinan ini.
Kedua, banyak profesional pendidikan yang tetap memandang pendidikan sebagai ”jaringan anak manis”. Mereka bersikukuh untuk bertahan dari tarikan profesional nonpendidikan yang mempengaruhi perubahan sistem. Banyak profesional pendidikan secara terbuka menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen terhadap transformasi mutu Deming. Namun tindakan mereka menunjukkan, mereka tidak mengembangkan filosofi baru pendidikan yang didasarkan pada 40 Butir Mutu Deming. Mutu pendidikan tidak akan mengalami perbaikan yang signifikan sampai ada penyelesaian terhadap kedua masalah tadi.

3. Pengukuran
Dalam hal inilah justru sekolah sering gagal melakukan. Secara tradisional ukuran mutu atas keluaran sekolah adalah prestasi siswa. Ukuran dasarnya adlah hasil ujian. Bila hasil ujian bertambah baik, maka mutu pendidikan membaik. Para profesional pendidikan mesti belajar untuk mengukur mutu. Mereka perlu mengumpulkan dan menganalisa data, para profesional pendidikan itupun dapat mengukur dan menunjukkan nilai tambah pendidikan.
Ukuran mutu menurut kriteria mutu Baldrige berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling berhubungan, yaitu leadership, information and analysis, strategic quality planning, human resource management, quality assurance product of product and services, quality result and customer satisfaction. Dari 7 area topik ukuran kualitas di atas, jika diukur dengan Kriteria Baldrige Award maka perbaikan sistem manajemen kualitas adalah sebagai berikut :

a. Kepemimpinan :
1). Kepala sekolah memiliki pernyataan kebijakan kualitas
2). Guru dan staf serta seluruh warga sekolah mengetahui sasaran kualitas jangka panjang sekolah
3). Kepala sekolah terlibat secara penuh dalam pengembangan kultur kualitas sekolah
4). Kepala sekolah memiliki pelatihan yang tepat tentang konsep-konsep kualitas
5). Kepala sekolah mempraktikkan konsep-konsep kualitas yang diajarkan
6). Kebijakan kuaitas berlandaskan pada kebutuhan untuk perbaikan terus menerus
7). Tanggung jawab perbaikan kualitas telah secara jelas dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah
8). Komite kualitas sekolah mengkoordinasikan berbagai unit-unit sekolah
9). Masyarakat mengetahui sasaran kualitas sekolah
10). Kepala sekolah membrikan sumber daya yang cukup dan tepat untuk perbaikan kualitas
b. Analisis dan Informasi
1). Kepala sekolah melaporkan data tentang semua dimensi penting dari kualitas pelanggan sekolah
2). Guru dan karyawan melaporkan data tentang semua dimensi pelayanan yang penting
3). Data kualitas dilaporkan kepada semua unit-unit sekolah
4). Data tentang pelatihan manajemen kualitas dikumpulkan oleh tata usaha
5). Kepala sekolah menganalisis data tentang pandangan masyarakat terhadap kualitas sekolah
6). Kepala sekolah menganalisis biaya yang tidak efisien
7). Kepala sekolah mengidentifikasi kendala-kendala dalam mewujudkan kulialitas sekolah

c. Perencanaan Kualitas Strategis
1). Kepala sekolah menggunakan data kompetitif dari sekolah lain ketika mengembangkan sasaran kualitas
2). Kepala sekolah memiliki rencana operasional tahunan yang menggambarkan sasaran kualitas
3). Guru dan karyawan dilibatkan dalam perencanaan kualitas
4). Pimpinan unit-unit/komponen sekolah berusaha untuk mencapai sasaran kualitas
5). Fungsi kualitas merupakan bagian rencana kegiatan sekolah
6). Kepala sekolah memiliki metode spesifik untuk memantau kemajuan menuju perbaikan kualitas sekolah
7). Terdapat rencana kualitas yang mempengaruhi semua unit sekolah
8). Kepala sekolah memiliki rencana kualitas untuk masukan

d. Pengembangan Sumber Daya Manusia
1). Kepala sekolah memiliki rencana peluang bagi guru dan karyawan dalam perbaikan kualitas
2). Kriteria kualitas digunakan dalam evaluasi performa SDM sekolah
3). Sasaran kualitas dikomunikasikan kepada semua guru dan staf
4). Guru dan karyawan percaya dan secara terus menerus memberikan layanan terbaik
5). Semua guru dan kaeyawan dilatih tentang konsep perbaikan kualitas
6). Kepala sekolah memberikan kompensasi/imbalan atas jasa guru/karyawan untuk usaha perbaikan kualitas mereka
7). Kepala sekolah mengumpulkan data tentang moral guru dan karyawan
e. Manajemen Mutu Proses
1). Ekspektasi kualitas dari pelanggan didefinisikan secara jelas
2). Kebutuhan pelanggan ditransformasikan ke dalam proses perencanaan untuk perbaaikan kualitas
3). Terdapat sistem yang efektif untuk memproses informasi tentang ekspektasi pelanggan
4). Kepala sekolah melakukan audit sistem manajemen kualitas
5). Kepala sekolah bekerjasama dengan stakeholder untuk meningkatkan kualitas
6). Unit-unit pendukung sekolah mendifinissikan sasaran kuaalitas
7). Kepala sekolah menyimpan dan mempertahankan dokumen-dokumen kualitas yang baru (tidak usang)
8). Terdapat sistem efektif untuk mengkomunikasikan ide-ide kualitas kepada kepala sekolah

f. Hasil-hasil Kualitas
1). Sekolah merupakan satu di antara tiga sekolah terbaik dalam lingkup kepuasan pelanggan
2). Kepala sekolah menunjukkan perbaikan kualitas terus menerus selama tiga tahun terakhir
3). Kepala sekolah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui unit-unit pendukung
4). Kepala sekolah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui stakeholder
5). Terdapat penurunan terus menerus keluhan pelanggan dalam waktu tiga tahun terakhir.

g. Kepuasan Pelanggan
1). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa pelanggan puas atas barang dan/aatau jasa yang diberikan
2). Kepala sekolah melaporkan data kepuasan pelaanggan
3). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan meningkat terus menerus dalam waktu tiga tahun terakhir
4). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan sekolah yang dipimpinnya lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah pesaingnya
5). Terdapat suatu proses efektif untuk menangani keluhan pelanggan
6). Definisi pekerjaan pendukung guru dan karyawan untuk secara tepat menyesaikan keluhan-keluhan pelanggan
7). Kepala sekolah menggunakan pendekatan inovatif untuk menilai kepuasan pelanggan.
Pengukuran tersebut dapat digunakan skala Likert dengan rentang angka 1 = sangat tidak setuju, 4 = netral dan 7 = sangat setuju.

4. Memandang Pendidikan Sebagai Sistem
Pendidikan mesti dipandang sebagai sebuah sistem. Ini merupakan konsep yang sulit dipahami para profesional pendidikan. Umumnya orang yang bekerja di bidang pendidikan memulai perbaikan sistem tanpa mengembangkan pemahaman yang penuh atas cara kerja sistem tersebut. Dalam sebuah analisa rinci atas perguruan tinggi Inggris belum lama ini, ternyata sangat mengejutkan. Perguruan itu tak punya catatan tertulis mengenai proses atau prosedur kerja. Fungsi-fungsi bisa berjalan lantaran memang selalu dijalankan. Hanya dengan memandang pendidikan sebagai sebuah sistem maka para profesional pendidikan dapat mengeliminasi pemborosan dari pendidikan dan dapat memper-baiki mutu setiap proses pendidikan.
Pendidikan sebagai sistem di suatu sekolah merupakan suatu keseluruhan yang utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagai sistem di suatu sekolah/lembaga pendidikan sub-sub sistemnya adalah kurikulum dan pembalajaran, organisasi dan kelembagaan, manajemen dan administrasi, keteganaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan iklim/budaya sekolah.
Kesembilan komponen atau subsistem dalam lembaga pendidikan tersebut tidak dapat dipisahkan, kesemuanya saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruhi. Tercapainya kurikulum dan suksesnya proses pembelajaran sangat terkit, tergantung dan dipengaruhi oleh 8 unsur/komponen/subsistem yang lainnya. Organisasi/lembaga sekolah akan dapat berdiri tegak jika, kurikulum dan pembalajaran, manajemen dan administrasi, keteganaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan iklim/budaya sekolah semuanya ada dan berjalan dengan baik. Manajemen dan administrasi pendidikan akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh 8 unsur pendidikan lainnya. Ketenagaan akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, jika didukung oleh 8 unsur pendidikan lainnya. Peserta didik akan dapat belajar dengan baik, jika 8 unsur pendidikan itu ada dan berfungsi dengan baik. Demikian pula pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan pembentukan budaya dan iklim sekolah yang mendukung semua mempengaruhi dan dipengaruhi oleh 8 unsur lainnya.

5. Perbaikan Berkelanjutan
Konsep dasarnya, mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki. Menurut filosofi manajemen lama, ”Kalau belum rusak, jangan diperbaiki”. Mutu didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen baru, ”Bila tidak rusak, perbaikilah, karena bila Anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”. Inilah konsep perbaikan berkelanjutan.
Perbaikan mutu berkesinambungan adalah ciri manajemen mutu terpadu. Oleh karena itu, sekolah bermutu terpadu dituntut untuk terus mengadakan perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan atau berkesinambungan. Jika perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan itu mengacu kepada Siklus Deming (Deming Cycle), maka tahapannya adalah
a. Mengadakan riset pelanggan dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan)
b. Menghasilkan produk pendidikan melalui proses pembelajaran (do)
c. Memeriksa produk pendidikan melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai rencana atau belum (check)
d. Memasarkan produk pendidikan dan menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat, pendidikan lajut, pemerintah dan dunia usaha (action)
e. Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar, baik baik pada pendidikan lajut ataupun di dunia usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analyze).
`Tuntutan peningkatan mutu suatu produk atau layanan jasa termasuk pendidikan oleh pelanggan terus terus menerus berkembang dan meningkat dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun dan dari jaman ke jaman. Masyarakat semakin cerdas dalam memilih lembaga pendidikan, mereka dapat membedakan lembaga pendidikan/sekolah yang berkualitas dan kurang berkualitas. Oleh karena itu, penyelenggara/pengelola sekolah/madrasah atau lembaga pendidikan tidak bisa menyelenggarakan pendidikan asal jadi dan statis tanpa perbaikan berkesinambungan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan lembaga pendidikan pada sekolah ataupun madrasah dituntut untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan atau keinginan pelanggannya, melibatkan secara total semua komponen sekolah, mengadakan pengukuran dan evaluasi diri terhadap kemaajuan lembaga pendidikan yang dikelalolanya, peningkatan atau perbaikan mutu pendidikan yang diselenggarakannya secara menyeluruh terhadap semua komponen/susb-subsistem lembaga pendidikan dan mengadakan berbaikan mutu pendidikan secara berkesinambungan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan jaman dan memenuhi atau melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
Sumber :MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH, DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009
Baca Selanjutnya- TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH