APSI Nganjuk

My photo
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebagai Media Informasi Pendidikan & Pembelajaran (Dari Kita Untuk Semua) Kontak: 082143737397 atau 085735336338

Saturday, April 16, 2011



























Baca Selanjutnya-

Supervisi Manajerial

A. Pengertian Supervisi Manajerial
Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek yakni: manajerial dan akademik.

Supervisi manajerial menitikberatkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Sementara supervisi akademik menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/ Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009:20) dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.

B. Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam supervisi manajerial, adalah:
• Pengawas harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana ia bertindak sebagai atasan dan kepala sekolah/guru sebagai bawahan.
• Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal (Dodd, 1972).
• Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973).
• Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
• Program supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981).
• Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
• Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru.
• Supervisi harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi,keberhasilan program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah.

C. Metode Supervisi Manajerial
Beberapa metode supervisi manajerial, antara lain: (1) monitoring dan evaluasi, (2) FGD, (3) metode Delphi, dan (4) Workshop.
1. Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang harus dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam supervisi manajerial tentu saja adalah monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program (Rochiat, 2008: 115). Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis. Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas harus melengkapi diri dengan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai. Sementara, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (1) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (2) mengetahui keberhasilan program, (3) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (4) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.
Dalam perkembangan terakhir, kecenderungan pengawasan dalam dunia pendidikan juga mengikuti apa yang dilakukan pada industri, yaitu dengan menerapkan Total Quality Control. Pengawasan ini terfokus pada upaya pengendalian mutu dan lebih bersifat internal. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan seyogyanya memiliki unit penjaminan mutu.
2. Focused Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus)
Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan semata-mata hanya menjadi otoritas pengawas. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Selanjutnya, secara bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan.
Forum untuk ini dapat berbentuk Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan. Tujuan dari FGD adalah untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
3. Metode Delphi
Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep MBS. Dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak.
Gorton (1976: 26-27) mengemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menggunakan metode Delphi, sebagai berikut:
• Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
• Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
• Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
• Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
• Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.
4. Workshop
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop ini tentu isesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
Agar pelaksanaan workshop berjalan efektif, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
• Menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop. Materi workshop biasanya terkait dengan sesuatu yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuannya.
• Menentukan peserta. Peserta workshop hendaknya mereka yang terkait dengan materi yang dibahas.
• Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja. Kriteria penyaji workshop antara lain: (1) seorang praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas; (2) memiliki pemahaman dan landasan teori yang memadai; (3) memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh praktisnya; (4) memiliki kemampuan presentasi yang baik; (5) memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta.
• Mengalokasikan waktu yang cukup.
• Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai.
Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan kelompok. Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada kepala sekolah atau personil lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan.
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.

==================
Diambil dan adaptasi dari:
Dirjen PMPTK Depdiknas. 2009. Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial (Bahan Belajar Mandiri Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah). Jakarta
Baca Selanjutnya- Supervisi Manajerial