APSI Nganjuk

My photo
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebagai Media Informasi Pendidikan & Pembelajaran (Dari Kita Untuk Semua) Kontak: 082143737397 atau 085735336338

Saturday, May 28, 2011

PENGEMBANGAN KKG DAN MGMP

Pengembangan KKG dan MGMP yang dibahas berikut ini meliputi: Organisasi, Program dan Kegiatan, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan, serta Pemantauan dan Evaluasi.

A. Organisasi
Dasar hukum penyelenggaraan kegiatan KKG atau MGMP sebagai wahana pengembangan profesionalisme guru, perlu dilengkapi dengan:
1. Surat Penetapan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk KKG, Surat Penetapan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk MGMP.
2. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) KKG atau MGMP.
3. Struktur Organisasi KKG atau MGMP, sebagaimana contoh berikut.













Gambar 1. Contoh Struktur Organisasi KKG atau MGMP

Organisasi KKG atau MGMP mengatur kepengurusan dan keanggotaan dengan berbagai tugas pokok dan fungsinya.
1. Organisasi KKG atau MGMP terdiri dari pengurus dan anggota.
2. Pengurus KKG atau MGMP terdiri dari: satu orang ketua, satu orang sekretaris, satu orang bendahara, dan tiga orang ketua bidang, yaitu (1) bidang perencanaan dan pelaksanaan program; (2) bidang pengembangan organisasi, administrasi, sarana dan prasarana; dan (3) bidang hubungan masyarakat dan kerjasama.
3. Pengurus KKG atau MGMP dipilih oleh anggota berdasarkan AD/ART.
4. Anggota KKG atau MGMP berasal dari guru sekolah negeri dan guru sekolah swasta, baik yang berstatus PNS maupun bukan PNS.
5. Anggota KKG terdiri dari guru kelas, guru pendidikan agama, guru penjasorkes, dan guru lain di SD/MI/SDLB yang berasal dari 8 – 10 sekolah atau disesuaikan kondisi daerah setempat dan pembentukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Anggota MGMP terdiri dari guru mata pelajaran di SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK (setiap mata pejalaran membentuk MGMP), yang berasal dari 8 – 10 sekolah atau disesuaikan dengan kondisi daerah setempat dan pembentukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Program
Program KKG atau MGMP pada dasarnya merupakan bagian utama dalam pengembangan KKG atau MGMP. Program tersebut harus selalu merujuk pada usaha peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru.
Setiap program dan kegiatan KKG atau MGMP diharapkan memiliki kerangka program yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Kerangka dasar dan struktur program kegiatan KKG atau MGMP
Kerangka dasar program kegiatan KKG atau MGMP merujuk kepada pencapaian empat kompetensi guru, yaitu kompetensi profesional, pedagogik, social, dan kepribadian.
2. Struktur Program
Struktur program kegiatan KKG atau MGMP terdiri dari program umum, program inti/pokok, dan program penunjang dengan uraian sebagai berikut.
a. Program umum adalah program yang bertujuan untuk memberikan wawasan kepada guru tentang kebijakan-kebijakan pendidikan di tingkat daerah sampai pusat, seperti kebijakan terkait dengan pengembangan profesionalisme guru.
b. Program inti adalah program-program utama yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kompetensi dan profesionalisme guru. Program inti dapat dikelompokkan ke dalam program rutin dan program pengembangan.
1) Program rutin terdiri dari:
a) Diskusi permasalahan pembelajaran.
b) Penyusunan dan pengembangan silabus, program semester, dan rencana program pembelajaran.
c) Analisis kurikulum
d) Penyusunan laporan hasil belajar siswa.
e) Pendalaman materi.
f) Pelatihan terkait dengan penguasaan materi yang mendukung tugas mengajar.
g) Pembahasan materi dan pemantapan menghadapi Ujian Nasional dan Ujian Sekolah
2) Program pengembangan dapat dipilih sekurang-kurangnya lima dari kegiatan-kegiatan berikut.
a) Penelitian, diantaranya Penelitian Tindakan Kelas/Studi Kasus.
b) Penulisan Karya Ilmiah.
c) Seminar, lokakarya, kolokium (paparan hasil penelitian), dan diskusi panel.
d) Pendidikan dan pelatihan berjenjang (diklat berjenjang).
e) Penerbitan jurnal dan buletin KKG atau MGMP.
f) Penyusunan dan pengembangan website KKG atau MGMP.
g) Kompetisi kinerja guru.
h) Pendampingan pelaksanaan tugas guru oleh pembimbing/tutor/ instruktur/ fasilitator di KKG atau MGMP.
i) Lesson study (suatu pengkajian praktik pembelajaran yang memiliki tiga komponen yaitu plan, do, see yang dalam pelaksanaannya harus terjadi kolaborasi antara pakar, guru pelaksana, dan guru mitra).
j) Profesional Learning Community (komunitas belajar profesional)
k) TIPD (Teachers International Profesional Development)
l) Global Gateaway
m) Program lain yang sesuai dengan kebutuhan setempat.
c. Program penunjang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan peserta KKG atau MGMP dengan materi-materi yang bersifat penunjang seperti bahasa asing, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dll.
2. Kewajiban anggota KKG atau MGMP
Setiap anggota KKG atau MGMP berkewajiban untuk:
a. menghadiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan di KKG atau MGMP sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan;
b. membayar iuran sesuai dengan kesepakatan anggota KKG atau MGMP;
c. mengiplementasikan hasil kegiatan di KKG atau MGMP di sekolah masing-masing; dan
d. berperan aktif dalam setiap pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan oleh KKG atau MGMP.
3. Materi Kegiatan KKG atau MGMP
Setiap KKG atau MGMP perlu mengembangkan materi kegiatan KKG atau MGMP yang mengacu kepada empat kompetensi guru dan program yang telah ditetapkan. Untuk melihat sejauh mana materi-materi yang dipilih dalam program/kegiatan KKG atau MGMP, diperlukan penyusunan indikator pencapaian kegiatan pelatihan yang dilaksanakan di KKG atau MGMP.
4. Kalender Kegiatan KKG atau MGMP
Setiap KKG atau MGMP perlu menyusun kalender kegiatan yang terdiri dari kalender kegiatan bulanan, semesteran, dan tahunan. Sekurang-kurangnya kalender kegiatan KKG atau MGMP dilaksanakan 12 kali dalam satu tahun.
C. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan KKG atau MGMP terdiri dari nara sumber utama dan nara sumber pendukung.
Nara sumber utama pada kegiatan KKG atau MGMP berasal dari unsur-unsur berikut:
1. Guru (anggota)
2. Instruktur/fasilitator
3. Tenaga fungsional lainnya
Nara sumber pendukung pada kegiatan KKG atau MGMP berasal dari unsur-unsur berikut:
1. Kepala Sekolah
2. Pengawas Sekolah
3. Tenaga struktural di Dinas Pendidikan
4. Tenaga struktural/non struktural dari instansi lainnya
Nara sumber tersebut harus memiliki kriteria, yaitu:
1. keahlian yang relevan dengan materi yang disampaikan atau pakar di bidang tertentu yang khas atau unik dan telah diakui keberadaannya;
2. kepribadian dan kemampuan sosial yang baik.

D. Sarana dan Prasarana
Sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inti penyelenggaraan pertemuan KKG atau MGMP harus memiliki sarana dan prasarana minimal sebagai berikut.
1. Komputer
2. OHP/LCD Proyektor
3. Telepon dan Facsimile
Sarana dan prasarana tambahan antara lain:
1. Laboratorium IPA (jika memungkinkan terpisah antara Fisika, Kimia, dan Biologi) berikut alat dan bahan /zat kimia)
2. Laboratorium Bahasa
3. Laboratorium Komputer (Ruang Multimedia)
4. Perpustakaan dengan jumlah dan jenis buku yang cukup bervariasi
5. Audio Visual Aids (AVA)
6. Handycam
7. Kamera Digital
8. Sambungan Internet
9. Davinet (Digital Audio Visual Network)
10. Ruang dan peralatan lain yang sesuai dengan kebutuhan.

E. Pengelolaan
Pengelolaan KKG atau MGMP sebagai wadah peningkatan kompetensi dan pengembangan profesionalisme guru meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program KKG atau MGMP.
1. Perencanaan Program KKG atau MGMP
Perencanaan program KKG atau MGMP meliputi penyusunan:
a. visi;
b. misi;
c. tujuan; dan
d. rencana kerja.
2. Pelaksanaan Program KKG atau MGMP
a. Pedoman Kerja KKG atau MGMP
KKG atau MGMP membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.
b. Struktur Organisasi KKG atau MGMP
1) Struktur organisasi KKG atau MGMP berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan transparan.
2) Semua pimpinan dan anggota mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggungjawab yang jelas tentang keseluruhan penyelenggaraan dan administrasi KKG atau MGMP.

c. Kegiatan KKG atau MGMP
Kegiatan KKG atau MGMP dilaksanakan dengan:
1) berdasarkan kepada rencana kerja tahunan dan disesuaikan dengan kebutuhan;
2) memperhitungkan sumber pendanaan yang dimiliki oleh KKG atau MGMP.
Selanjutnya pengelolaan kegiatan KKG atau MGMP menjadi tanggungjawab pengurus KKG atau MGMP. Para anggota melaksanakan kegiatan dengan berpedoman pada program kerja yang disusun oleh pengurus.
3. Evaluasi Program KKG atau MGMP
a. Pengurus mengevaluasi setiap kegiatan sebagaimana yang tertera pada rencana program tahunan
b. Pengurus melaporkan pelaksanaan program KKG atau MGMP dan mempertanggungjawabkannya pada rapat pengurus serta anggota dalam bentuk laporan pada akhir tahun pelajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya. Laporan yang telah dipertanggungjawabkan, disampaikan ke Dinas Pendidikan.
F. Pembiayaan
Pembiayaan KKG atau MGMP disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Biaya pelaksanaan program kegiatan KKG atau MGMP ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: besar kecilnya jumlah sekolah, letak geografis, insentif nara sumber, dan pemeliharaan sarana dan prasarana.
Pembiayaan kegiatan KKG atau MGMP mencakup sumber dana, penggunaan, dan pertanggungjawaban. Sumber dana kegiatan KKG atau MGMP dapat berasal dari:
1. Iuran Anggota,
2. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
3. Komite Sekolah/Dewan Pendidikan,
4. Dinas Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
5. Kementerian Pendidikan Nasional,
6. Hasil Kerjasama,
7. Masyarakat,
8. Sponsor yang tidak mengikat dan sah,
9. Block Grant
Pengurus setiap KKG atau MGMP menyusun biaya operasional dengan pengelolaannya diatur sebagai berikut.
1. Sumber pemasukan, pengeluaran, dan jumlah dana yang dikelola.
2. Penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana di luar dana investasi dan operasional.
3. Dana KKG atau MGMP digunakan untuk membiayai program rutin dan program pengembangan.
4. Pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, dipertanggungjawabkan kepada seluruh anggota dan dilaporkan kepada pemberi dana.
Selanjutnya pengelolaan biaya investasi dan operasional KKG atau MGMP disosialisasikan kepada seluruh anggota KKG atau MGMP untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.

G. Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan program KKG atau MGMP sebaiknya disertai dengan sistem pemantauan dan evaluasi. Melalui pemantauan dan evaluasi yang terprogram serta pembinaan yang berkelanjutan, diharapkan hasil kegiatan KKG atau MGMP dapat dipertanggungjawabkan dan diakui oleh pihak-pihak yang terkait seperti: guru sebagai anggota, kepala sekolah, pengawas sekolah, Dinas Pendidikankabupaten/Kota/Provinsi, P4TK, LPMP, dan Perguruan Tinggi.


1. Pengertian Pemantauan dan Evaluasi KKG atau MGMP
Pemantauan dan evaluasi merupakan proses untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas dan kinerja KKG atau MGMP dalam manajemen dan pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan berkelanjutan.
Pemantauan dan evaluasi ini disusun untuk memberikan acuan tentang faktor-faktor yang terkandung dalam proses pemantauan dan evaluasi , yaitu: siapa, apa, mengapa, dan bagaimana pemantauan dan evaluasi tersebut dapat dijalankan.
Pentingnya pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP di masa mendatang tentang keberadaan suatu KKG atau MGMP tidak tergantung pada pemerintah, melainkan pada penilaian para pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dunia kerja, pemerintah, dosen, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan tentang mutu penyelenggaraan KKG atau MGMP dimaksud. Agar keberadaannya terjamin, maka KKG atau MGMP harus menjalankan sistem pemantauan dan evaluasi yang standar dan berkualitas.
Faktor-faktor yang terkandung dalam pemantauan dan evaluasi KKG atau MGMP, antara lain input, proses, dan output dari kegiatan KKG atau MGMP, yang diuraikan sebagai berikut.
a. Input
Pemantauan dan evaluasi dimulai dari proses input yang mencakup komponen organisasi, program kegiatan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan pembiayaan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
b. Proses
Pemantauan dan evaluasi di dalam kegiatan proses pelaksanaan KKG atau MGMP mencakup keterlaksanaan kegiatan sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam input. Komponen yang akan dipantau di dalam kegiatan proses adalah persiapan dan pelaksanaan program kerja yang didukung dari komponen-komponen input.
c. Output
Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan KKG atau MGMP sesuai dengan program kerja yang direncanakan.
2. Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut.
A. Evaluasi Mandiri
KKG atau MGMP melakukan evaluasi mandiri dua kali dalam setahun dengan menggunakan contoh instrumen sebagaimana pada Lampiran. Hasil evaluasi mandiri ini merupakan bahan dan lampiran laporan kegiatan secara keseluruhan.
B. Pemantauan Internal
Pengawas Sekolah, Tim UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Tim Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Tim LPMP, Tim P4TK, Tim Dinas Pendidikan Provinsi, dan Tim Ditjen PMPTK memantau pelaksanaan kegiatan guru di KKG atau MGMP dengan menggunakan contoh instrumen sebagaimana pada Lampiran. Setiap tim membuat laporan hasil pemantauan dan mendiseminasikannya kepada pihak terkait.
C. Pemantauan Eksternal
Kegiatan pemantauan eksternal dilakukan oleh pihak ketiga yang independen, dengan instrumen disusun sendiri oleh pemantau eksternal. Kegiatan yang dipantau mencakup kegiatan operasional maupun kegiatan teknis akademis.
3. Persyaratan Pemantauan dan Evaluasi
Agar pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP dapat dilaksanakan dan mencapai tujuannya, diperlukan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi yaitu: komitmen, perubahan paradigma, sikap mental, dan pengorganisasian pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP.
a. Komitmen
Para pelaku proses kegiatan KKG atau MGMP, harus memiliki komitmen yang tinggi untuk senantiasa menjamin dan meningkatkan mutu KKG atau MGMP yang diselenggarakannya. Tanpa komitmen dari setiap anggota KKG atau MGMP, pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP tersebut akan mengalami kendala, bahkan mungkin tidak akan berhasil. Berbagai cara dapat dipilih untuk menggalang komitmen dari semua guru tergantung dari klasifikasi, struktur, sumber daya, visi dan misi, dan manajemen di KKG atau MGMP.
b. Perubahan Paradigma
Paradigma evaluasi kegiatan KKG atau MGMP, yaitu KKG atau MGMP harus menjaga dan meningkatkan mutu guru melalui program dan kegiatan yang diselenggarakan sesuai visi yang diwujudkan melalui pelaksanaan misi dan memenuhi kebutuhan para anggotanya. Berdasarkan paradigma tersebut, tugas pengawasan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah terbantu, sehingga akuntabilitas KKG atau MGMP bisa meningkat, dan para pemangku kepentingan (stakeholders) berperan lebih besar dalam menentukan mutu guru melalui program serta kegiatan KKG atau MGMP.
c. Sikap Mental
Anggota atau pengurus KKG atau MGMP dalam melaksanakan kegiatan di KKG atau MGMP harus memiliki sikap mental dengan prinsip ”rencanakan pekerjaan anda dan kerjakan rencana anda”.
d. Pengorganisasian
Pengorganisasian dan mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP disesuaikan dengan pengembangan organisasi yang disepakati.
e. Kiat
Agar terwujud pemantauan dan evaluasi kegiatan KKG atau MGMP sesuai harapan, maka kegiatan berikut harus dilaksanakan, yaitu:
1) menyelenggarakan pengarahan/pembimbingan agar tumbuh pemahaman, antusiasme, dan komitmen dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi;
2) menyusun rencana pemantauan dan evaluasi yang jelas, rinci, dan realistik; dan
3) menghubungi pihak-pihak yang kompeten sebagai fasilitator dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi.

Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai tindak lanjut kegiatan KKG atau MGMP, agar wadah ini dapat berperan sebagaimana diharapkan dalam upaya peningkatan dan pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS).

Sumber : RAMBU-RAMBU PENGEMBANGAN KEGIATAN KKG dan MGMP Dirjen PMPTK Depdiknas
Baca Selanjutnya- PENGEMBANGAN KKG DAN MGMP

Friday, May 27, 2011

Model-model Belajar

Uraian berikut ini adalah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana siswa belajar? Dengan memahami uraian ini, guru (kita) bisa menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian harus diselaraskan dengan mereka yang akan menerima pemberian sehingga dapat bermanfaat secara optimal, dan tidak sebaliknya.
Model-model belajar yang dimaksud pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar siswa dalam aktivitas pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari antar sesama temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami model-model belajar ini, diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan siswa secara efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
Ada berbagai model belajar yang akan dibahas, yaitu:

1. Peta Pikiran
Buzan (1993) mengemukakan bahwa otak manusia bekerja mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat lengkap. Sebagai contoh, kalau dalam pikiran kita ada kata (konsep) Bajuri, maka akan terkait dengan kata lain secara fungsional, seperti gemuk, supir bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan lain-lain dengan masing-masing karakternya. Demikian pula kata dalam pikiran kita terlintas FKIP Universitas Langlangbuana Bandung akan terkait alamatnya, pejabatnya, dosen-dosen dan staf administrasi, dan besar penghargaan untuk perkuliahan per-sks. Silakan anda mencoba menuliskan / menggambarkan peta pikiran tentang Bajuri dan FKIP Unla di atas. Kalau dibuat narasinya akan ada perbedaan redaksi, meskipun dengan makna yang tidak berbeda.
Dalam bidang studi keahlian anda, misalnya ambil satu materi dalam pelajaran Matematika, Akuntansi, Agama, atau yang lainnya. Silakan buat (tulis-gambar) peta pikiran yang terlintas kemudian narasikan secara lisan. Tulisan atau gambar peta pikiran tersebut dinamakan dengan peta konsep (concept map).
Selanjutnya Buzan mengemukakan bahwa cara belajar siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas berupa pikiran. Yang produknya berupa peta konsep. Dengan demikian belajar akan efektif dengan cara membuat catatan kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada yang terlewat dan kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya bahasa masing-masing. Dengan demikian konsep mendapat retensi yang kuat dalam pikiran, mudah diingat dan dikembangkan pada konsep lainnya. Belajar dengan menghafalkan kalimat lengkap tidak akan efektif, di samping bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa penulis. Mengingat hal itu, sajian guru dalam pembelajaran harus pula dikondisikan berupa sajian peta konsep, guru membumbuinya dengan narasi yang kreatif.
Selanjutnya, Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak manusia dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata permenit. Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan komputer sangat tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap kesempatan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya sayang banyak orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan, menonton, mengobrol atau bercanda tanpa makna. Bagaimana dengan anda?.

2. Kecerdasan Ganda
Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa negatif, misal kenakalan atau lamunan, inlah yang disebut dengan sia-sia atau mubadzir (at tubadziru minasy-syaithon).
Sebaliknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan, senyum-tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip kepasrahan kepada sang Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.
Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spasial, musik, dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa kecerdasan intelkektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi oleh hal lainnya.
Ary Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006) mengukakan kecerdasan ketiga, yaitu Kecerdasan Spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do’a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah lainnya. Bukankan ketentraman individu karena keyakinan beragama ini.
Gardner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang sifatnya mulkti dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-visual , Linguistic-verbal, Interpersonal-communication, Musical-rithmic, natural, Body-kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-thinking-reasoning.

3. Metakognitif
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi.
Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan, tergantung dari variabel meta kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu, monitoring, dan regulasi.
Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada 7, yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat tentang komponen metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring, dan regulasi.
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsure analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.

4. Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan ada pula yang berkpribadian negatif.
Perhatikan hasil penelitian Jack Canfield (1992), untuk kita simak dan renungkan, bahwa seorang anak ayang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar negatif dan 75 koentar positif dari oarng yang lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu, menghindar, membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu bwersekolah, belajar menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin lama ia makin dewasa, pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah menyerah, dikendalikan keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan sibuk dengan alasan. Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif, yaitu optimis, mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative, partisipatidf, dan mau memperbaiki diri.
Sebagai guru, tentunya akan berhadapan dengan siswa yang berkepribadian negative seperti di atas dan tentunya tidak untuk dibiarkan karena profesi guru adalah amanat. Bagaimanakh menghadapi siswa dengan pola pribadi seperti irtu? Caranya anatar lain dengan cara tidak memvonis, katakana “saya ….” bukan katanya, jangan sungkan untuk apologi jika kesalahan, tumbuhkan citra positif, bersikap mengajak dan bukan memerintah, dan jaga komunikasi non verbal (eksprsi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok panutan). Mengapa demikian? Karena cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal dan rasa, yang selanjutnya mempengaruhi poses pembelajaran.

5. Kebermaknaan Belajar
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan) semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).
Dalam bahasa Sunda ada pepatah “pok-pek-prak” yang berarti bahwa belajar mempunya indikator berkata-pok (bertanya-menjawab-diskusi,presentasi). Mencoba-pek (menyelidiki, meng-identifikasi, menduga, menyimpulkan, menemukan), dan melaksanakan-prak (mengaplikasikan, menggunakan, memanfaatkan, mengembangkan). Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran ing ngarso sung tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), ing madyo mangun karso (dalam pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), tut wuri handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri). Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah solusi tepat untuk pelaksanaan kurikulum 2006, dan bukan dengan kegiatan mengajar.
Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cbelajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, da belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan besa mencapai 90%.
Drai uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukuop dengan mendengar dan melihat, tepai harus dengan hands-on, minds-on, konstruksivis, dan daily life (kontekstual).

6. Konstruksivisme
Dalam paradigma pembelajaran, guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh suasana fasilitasi.
Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut wuri handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang mengemasnya. Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.
Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).

7. Prinsip Belajar Aktif
Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan secara reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif indikatornya adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan kesempatan, membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.
Dari indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian kegiatan pembelajaran di atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan adalah siswa harus sebaga subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan sehingga kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa tanggung jawab dan disiplin diri.
Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991) adalah memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan), structuralistic (terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman induktif-deduktif), dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata). Prisip tersebut akan terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan keterlibatan intelektual-emosional, kontekstual-trealistik, konstruksivis-inkuiri, melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skill.

D. Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).
4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).
Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.
Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang diperolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.


17. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.
Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick
Suintak pembelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

41. Snowball Throwing
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan
ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.

43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

44. Demonstration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

49. Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.

50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi

56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

57. Complete Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi.

58. Concept Sentence
Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.

59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa - bahan belajar - dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.

62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.

63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

64. Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.
Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.

Diambil dari berbagai sumber
Baca Selanjutnya- Model-model Belajar

Friday, May 6, 2011

Pembinaan Motivasi Kerja Guru

Motivasi kerja guru bisa rendah bisa tinggi. Seorang guru yang memiliki motivasi kerja tinggi akan memiliki kemauan yang keras atau kesungguhan hati untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya akan meningkat. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kerja yang rendah akan kurang memiliki kemauan keras untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya menurun.
Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah diuraikan di muka, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi apabila ia merasa bahwa segala kebutuhannya terpenuhi melalui kerjanya. Apabila ia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya, maka, menurut Argyris (1957), ia akan kurang bersemangat, penuh rasa ragu akan masa depannya, bahkan kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaan tersebut untuk mencari pekerjaan lain yang sekiranya dapat memenuhi kebutuhannya. Ini berarti, juga ditegaskan oleh Certo (1985) dan Owens (1987) bahwa pada dasarnya memotivasi kerja guru itu tidak lain adalah upaya pemuasan atau pemenuhan segala kebutuhan guru.
Menurut Huse dan Bowditch (1973), ada tiga model memotivasi kerja seseorang, yaitu: (1) model kekuatan dan ancaman; (2) model ekonomik/mesin, dan dan (3) model pertumbuhan-sistem terbuka

1. Model Kekuatan dan Ancaman
Model kekuatan dan ancaman (a force and coercion model) ini merupakan model tertua dan sangat sederhana dalam memahami atau memandang manusia. Asumsi yang mendasari model ini adalah bahwa seseorang akan bekerja dengan baik apabila disudutkan pada sebuah situasi, di mana ia hanya bisa memilih bekerja ataukah dihukum (Huse dan Bowditch, 1973). Asumsi ini sama dengan asumsi yang mendasari teori X. McGregor, bahwa pada dasarnya manusia itu suka menghindari tugas dan tanggung jawab, dan apabila tidak diintervensi dan diancam oleh atasa, maka ia akan pasif. Oleh sebab itu agar seseorang mau bekerja ia harus dipaksa (Carver dan Sergiovanni, 1969).
Sekilas, model ini memang tampak sangat efektif dalam memotivasi kerja guru. Dengan ancaman-ancaman tertentu, semua guru akan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh atasan. Namun model ini akan merusak kepribadian guru. Dengan adanya ancaman terus menerus, guru-guru akan merasa tidak bisa berkembang dan tertekan sehingga mereka akan mengalami ketegangan jiwa (stress). Ini berarti, akhir penggunaan model ini bukanlah akan mampu memenuhi atau memuaskan kebutuhan guru-guru, sesuai dengan konsepsi yang sebenarnya pembinaan motivasi, melainkan justru sebaliknya, yaitu menimbulkan ketidakpuasan pada guru-guru.
Sehubungan dengan masalah ketegangan jiwa (stress) tersebut di atas, Dworkin dan kawan-kawannya (1990) melakukan penelitian tentang ketegangan jiwa dan perilaku sakit (illness behavior) pada guru-guru Sekolah Umum Perkotaan (Urban Public School), dengan jumlah sampel sebesar 291 guru. Hasil penelitian ini menunjukkan antara lain: (1) ada korelasi positif secara signifikan antara ketegangan jiwa guru dalam kerjanya dan sakit yang dialaminya, sakit meningkat sebagaimana meningkatnya ketegangan jiwa guru, dan (2) guru-guru yang memiliki kepala sekolah bersifat supportive kurang mengalami sakit daripada guru-guru yang memiliki kepala sekolah yang bersifat unsupportive.

2. Model Ekonomik/Mesin
Model ekonomik/mesin (economic/machine model) ini didasarkan pada pandangan manajemen klasik mengenai motivasi bahwa manusia hanya membutuhkan uang. Dalam model ini, manusia dipandang sebagai makhluk organisasi yang bekerja semata-mata untuk mengejar uang atau kekayaan. Ia dipandang sebagai mesin yang tidak memiliki perasaan sosial, dan tidak memiliki kebutuhan lain kecuali uang (Huse dan Bowditch, 1973). Oleh sebab itu, menurut model ini, apabila seseorang digaji dengan memuaskan, maka seseorang tersebut akan bekerja dengan baik. Selanjutnya, apabila terjadi permasalahan-permasalahan, seperti adanya pegawai yang malas, menyia-nyiakan waktu (goofing off), performansi kerja yang rendah, maka paling baik dipecahkan dengan cara memikirkan cara pembayaran yang menyediakan insentif yang mendorong pegawai berperformansi dengan baik (Owens, 1987).
Berdasarkan asumsi dasar tersebut di atas, dalam model ekonomik/mesin ini dikembangkan satu sistem pembayaran gaji berdasarkan bukan pada waktu yang dihabiskan, melainkan apa yang dihasilkan (Huse dan Bowditch, 1973; dan Tosi dan Carroll, 1976). Sudah barang tentu sistem pembayaran ini sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas, terutama bila diterapkan dalam dunia industri.
Model ini tampak lebih manusiawi daripada model kekuatan dan ancaman. Bukan saja karena dalam model ini tidak digunakan tekanan-tekanan dalam memotivasi kerja seseorang, melainkan juga setiap orang membutuhkan uang. Namun, guru sebagai manusia, bukanlah makhluk yang bekerja semata-mata untuk mendapatkan uang. Ia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya bukan hanya membutuhkan uang untuk mempertahankan eksistensi hidupnya, melainkan juga aspek-aspek lain, seperti hubungan sosial, harga diri, pengakuan, dan pertumbuhan. Apabila dikaitkan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow dan teori kebutuhan ERG Alderfer, maka sebenarnya model ini semata-mata mampu memenuhi kebutuhan tingkat rendah, yaitu fisiologis.
Sesuai dengan teori ini dua faktor Herzberg, uang atau gaji merupakan salah satu faktor penyehat. Keberadaannya mampu menimbulkan tidak adanya ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan sehingga tidak akan mampu meningkatkan motivasi. Keberadaannya dapat memelihara prestasi, tetapi tidak akan mampu meningkatkan prestasi. Itulah sebabnya Herzberg (1959) memberikan nama lain dari faktor penyehat itu dengan sebutan faktor pemeliharaan (maintenance factor). Sedangkan menurut Owens (1987), seseorang yang sebagian besar kebutuhannya terpenuhi oleh faktor-faktor penyehat cenderung mendapatkan kepuasan kecil dari kerjanya dan menunjukkan perhatian kecil pula terhadap bagaimana ia seharusnya mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.

3. Model Pertumbuhan – Sistem Terbuka
Sebagai model ketiga dalam memotivasi kerja guru adalah model pertumbuhan sistem terbuka (growth-open system model). Model ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia bukanlah menjadi obyek belaka dari lingkungan, ia diciptakan untuk melakukan perubahan pada dirinya dan lingkungannya, ia memiliki potensi untuk bertumbuh, bertanggungjawab, dan berprestasi, dan manusia memiliki motif-motif yang jauh lebih kompleks daripada yang diasumsikan pada kedua model motivasi sebelumnya (Huse dan Bowditch, 1973).
Berdasarkan asumsi di atas, model ini lebih menekankan bagaimana mendorong guru untuk tumbuh dan berkembang dalam kerjanya. Model ini berhubungan langsung dengan teori aktualisasi diri (self actualizing man) oleh Maslow dan teori dua faktor yang dikemukakan Herzberg. Menurut teori aktualisasi diri, faktor-faktor psikologis lebih penting daripada faktor-faktor fisiologis. Sambutan sosial dari teman sejawat memiliki pengaruh lebih besar daripada insentif terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian memotivasi kerja guru seharusnya dilakukan dengan berupaya memenuhi faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan psikologis guru, misalnya melalui pengakuan, membina pertumbuhan guru, promosi guru, pemberian tanggung jawab, prestasi.
Sergiovanni, pada akhir tahun 1960 pernah melakukan replikasi penelitian terhadapa apa yang telah dilakukan Herzberg. Ia menemukan bahwa prestasi dan pengakuan merupakan faktor pendorong yang sangat penting bagi guru-guru, menyusul faktor-faktor lain, seperti kerja itu sendiri, tanggung jawab, dan kemungkinan untuk bertumbuh. Begitu pula penelitian aplikasi teori Herzberg di Jawa Timur, yang dilakukan oleh Mataheru (1984) dalam rangka penulisan disertasi, menunjukkan hasil yang sama.


Sumber SUPERVISI AKADEMIK DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU Dirjen PMPTK Depdiknas 2007
Baca Selanjutnya- Pembinaan Motivasi Kerja Guru

Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru

Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi

1. Menciptakan Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif. Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
a. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
b. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
c. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil
d. Berpikirlah sebelum berbicara
e. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
f. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
g. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
h. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
i. Persingkat pembicaraan
j. Ciptakan ketidaksanggupan
k. Bersemangatlah
l. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
m. Berkomunikasilah dengan “eye communication”
n. Selalu mencoba
o. Jadilah pendengar yang baik
p. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi

2. Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
b. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
c. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
d. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
e. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner.
f. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
g. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
h. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.

3. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai berikut.
a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.
b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok.
c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.

4. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk: (1) menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a. Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
b. Tulislah masing-masing tujuan.
c. Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
d. Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
e. Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.

5. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Me-review rangkuman hasil penilaian.
b. Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d. Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya.

Sumber SUPERVISI AKADEMIK DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU Dirjen PMPTK Depdiknas 2007
Baca Selanjutnya- Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru