APSI Nganjuk

My photo
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebagai Media Informasi Pendidikan & Pembelajaran (Dari Kita Untuk Semua) Kontak: 082143737397 atau 085735336338

Thursday, July 1, 2010

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH

1. Pengertian TQM
Perhatian kajian manajemen terhadap peningkatan mutu suatu produk dalam dua dasawarsa meningkat sangat pesat. Perkembangan dimulai dari dunia industri dan dianggap berhasil meningkatkan efisiensi dan penjualan produk dunia industri keberhasilan ini merambah ke setiap kegiatan yang menggunakan manajemen untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi usaha atau perusahaan . Suatu konsep yang berupaya meningkatkan mutu adalah Total Quqlity Management (TQM). Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Menyeluruh (MPM).
a. TQM adalah suatu filosofi untuk meningkatkan dan menjaga mutu suatu organisasi dengan melakukan perbaikan proses secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memuaskan pelanggan (customer). Mutu adalah kepuasan pelanggan dan mutu adalah pandangan hidup ( Gunawi dan Tukiman 2001).
b. TQM adalah suatu sistem manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customers pada biaya sesungguhnya yang secara berkelanjutan. TQM merupakan pendekatan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang atau program terpisah) dan merupakan bagian terpadu strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara horizontal menembus fungsi dan departemen melibatkan semua karyawan dari atas sampai bawah meluas ke hulu dan ke hilir mencakup mata rantai (supplier) pemasok dan customer (Mulyadi, 2002: 10).
c. Total Quality Management (TQM) adalah merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa manusia, proses dan lingkungannya. (Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001). Atau semua aktifitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan mutu.

2. Customer Value Mindset dalam TQM.
Mindset adalah sikap mental (fixed mental attitude) yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan prasangka. Mindset merupakan pranata mental yang dipakai oleh orang sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak. Mindset terdiri dari tiga komponen pokok yaitu(1) paradigma yaitu cara yang digunakan oleh seseorang didalam memandang sesuatu (2) keyakinan dasar adalah keyakinan yang diletakan oleh seseorang terhadap sesuatu dan (3) nilai dasar adalah sikap sifat dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang sehingga berdasarkan nilai -nilai tersebut tindakan seseorang dibatasi (Mulyadi, 2002).

3. Leadership dalam TQM
Naisbitt (1994) menunjukan betapa berbagai perubahan kontekstual tersebut telah memunculkan berbagai paradoks global. Hanya mereka yang mampu memberi respons yang tepat terhadap perubahan kontekstual dapat memperoleh manfaat darinya. Sebaliknya mereka yang ingin memperoleh kemapanan akan hanyut dilanda perubahan global yang penuh paradoks itu . Lebih jauh Handy (2000) mengingatkan bahwa orang perlu waspada di dalam era yang penuh perubahan tersebut karena kemajuan ekonomi yang dimungkinkan di dalam era ini sekaligus dapat menjadikan manusia sekedar menjadi baut kecil didalam mesin yang besar. Dunia banyak menghadapi paradoks hanya mereka yang mampu menghadapi dan mau berkorban demi masa depan yang dapat memperoleh manfaat dari padanya.
Hartanto (2000) membahas secara komprehensif bagaimana semua perubahan itu menyebabkan orang perlu mengadopsi paradigma bisnis dan kerja yang baru bila mereka ingin mencapai keberhasilan. Mereka harus berani membangun kerjasama tetapi juga perlu memiliki jati diri yang kuat. Di dalam lingkungan kehidupan ekonomi makro yang manapun perusahaan /organisasi biasanya bekerja dan menjalankan praktik manajemen secara berbeda-beda.
Dari uraian di atas terjadinya perubahan telah memberikan beberapa dampak bagi praktik manajemen diantaranya sebagai berikut. Pertama perubahan sistem ekonomi yang didominasi oleh produsen menjadi sistem ekonomi pasar. Ekonomi pasar pada dasarnya adalah merupakan perwujudan dari demokrasi ekonomi dengan memperhatikan pihak pelanggan sebagai pihak yang perlu diperhatikan kepentingannya. Semua usaha difokuskan kepada kepuasan pelanggan. Usaha untuk menghadapi perubahan ini adalah dengan membuat paradigma baru membuat apa yang dapat dijual menggantikan paradigma menjual apa yang dapat dibuat. Kedua munculnya globalisasi sistem ekonomi .Yang tidak hanya dapat diartikan sebagai bisnis melampaui batas negara tetapi globalisasi juga menggunakan tolok ukur internasional bukan lagi nasional maupun lokal. Logika baru di pasar global sebagai prasarat untuk unggul di dalam kompetesi global. Ketiga kebutuhan pelanggan telah bergeser dari kebutuhan yang bersifat baku atau fisik berubah menjadi kebutuhan yang menonjolkan sifat psiko – sosial sejalan dengan perubahan tingkat kebutuhan masyarakat. Tidaklah mengherankan bila produksi di masa lalu untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah yang banyak menjadi prasyarat untuk berhasil dalam dunia bisnis tetapi kini orang perlu melakukan kustominasi masa untuk memenuhi selera yang berbeda-beda tersebut. Keempat adanya perubahan perilaku dan cara bertindak pelaku ekonominya karena dalam dunia bisnis sangat kompleks dan tidak dapat disederhanakan dalam rencana yang baku tetapi perlu dihadapi dengan sikap yang dinamik dengan berubah menjadi pengendali penguasa dan pemanfaatan mesin ekonomi. Kelima di dalam tatanan ekonomi yang baru manusia yang menjadi pelakunya tidak dapat lagi diperlakukan sekedar sebagai sumber daya . Mereka juga harus diakui sebagai manusia yang mempunyai cita-cita memiliki motivasi wawasan dan inovasi. Pekerja harus diakui sebagai manusia karya yang memiliki kedudukan sentral dalam suatu sistem kerja.

3. Penerapan TQM Di Sekolah
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah (2000: 191) adalah (1) siswa: kesiapan dan motivasi belajarnya, (2) guru: kemampuan profesional, moral kerjanya (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan social), (3) kurikulum: relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya, (4) dan, sarana dan prasarana: kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran, (5) Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan perguruan tinggi): partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah. Mutu komponen-komponen tersebut di atas menjadi fokus perhatian kepala sekolah.
Adapun prinsip dari MMT dalam buku tersebut yaitu selama ini sekolah dianggap sebagai suatu Unit Produksi, dimana siswa sebagai bahan mentah dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: (1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, (2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha)
Arcaro (2006) menyatakan bahwa apabila diterapkan secara tepat, Manajemen mutu Terpadu (MMT) merupakan metodologi yang dapat membantu para profesional pendidikan menjawab tantangan lingkungan masa kini. MMT dapat dipergunakan untuk mengurangi rasa takut dan meningkatkan kepercayaan di sekolah. MMT dapat dipergunakan sebagai perangkat untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis, dan pemerintahan.Aliansi pendidikan memastikan bahwa para profesional sekolah atau wilayah memberikan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan program-program pendidikan. MMT dapat memberikan fokus dlam pendidikan dan masyarakat. MMT membentuk infrastruktur yang fleksibel yang dapat membantu pendidikan menyesuaikan diri dengan keterbatasan dana dan waktu. MMT memudahkan sekolah mengelola perubahan.
Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan mengadopsi dedikasi bersama terhadap mutu oleh dewan sekolah, administrator, staf, siswa, guru, dan komunitas. Prosesnya diawali dengan mengembangkan visi dan misi mutu untuk wilayah dan setiap sekolah serta departeman dalam wilayah tersebut. Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kostumer, mendorong keterlibatan total komunitas dalam program, mengembangkan sistem pngukuran nilai tambah pendidikan, menunjang sistem yang diperlukan staf dan siswa untuk mengelola perubahan, serta perbaikan berkelanjutan dangan selalu berusaha keras membuat produk pendidikan menjadi lebih baik.

a. Terfokus pada Pelanggan
Agar sekolah mengembangkan fokus mutu, setiap orang dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa setiap output lembaga pendidikan adalah pelanggan. Pelanggan lembaga pendidikan/sekolah terdiri dari pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal utama sekolah adalah siswa dan sekaligus sebagai input utama (main input) yang akan diproses menjadi lulusan. Pelanggan eksternal kedua dan seterusnya adalah orang tua, dunia usaha, pemerintah dan pendidikan lebih lanjut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah yang berumutu adalah sekolah yang dapat memenuhi atau melebihi keinginan, harapan dan kebutuhan pelangannya.
Menurut Goetsch dan Davis pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa. Oleh karena itu, dalam pendirian dan penyelenggaraan sekolah harus didahului dengan mengadakan penelitian dan bertanya kepada masyarakat luas, jenis, jenjang pendidikan dan program studi/jurusan apa yang dibutuhkan pada suatu daerah tertentu. Dengan penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, maka tidak akan terjadi lulusan yang tidak diterima di masyarakat. Semua lulusan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang sesuai dengan keinginannya, dapat diterima di dunia usaha atau dapat menciptakan pekerjaan sendiri serta dapat memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidupnya. Jika semua lembaga pendidikan/sekolah telah mampu menyelenggaragan pendidikan seperti demikian hasilnya, maka akan terjadi stabilitas nasional baik dalam bidang ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Untuk mewujudkan pendidikan yang dapat memuaskan pelanggan eksternal seperti tersebut di atas, maka kepala sekolah terlebih dahulu harus memuaskan pelanggan internalnya, yaitu para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi, tenaga keamanan dan tenaga kebersihan. Para personil yang merupakan pelanggan internal inilah merupakan pihak penentu dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Guru adalah pelaksana kegiatan inti (core business) sekolah yaitu proses pembelajaran yanag akan menentukan kualitas lulusannya. Pustakawan adalah SDM/personil yang memberikan layanan sumber pembelajaran tekstual untuk mendukung kegiatan akademik/ pembelajaran. Laboran adalah personil/SDM yang mendukung kegiatan akademik/pembelajaran siswa pada skala laboratorium sebagai kelanjutan atau membuktikan berbagai teori yang telah dipelajari melalui pembelajaran literatur. Tenaga administrasi adalah kegiatan pendukung, agar kegiatan akademik/pembelajaran di sekolah, baik administrasi akademik maupun administrasi non akademik dapat berjalan dengan baik. Tenaga kebersihan sebagai personil/SDM sekolah yang mendukung agar suasana sekolah tetap asri dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dan tenaga keamanan bertanggung jawab untuk menciptakan suasana sekolah agar tetap aman dan terkendali.
Kepuasan pelanggan internal sekolah pada dasarnya adalah jika mereka dapat bekerja atau menjalankan tugas dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai, mendapatkan kompensasi yang layak atas kinerja yang telah diberikan, baik dalam bentuk finansial, material maupun non material serta kesejahteraan secara luas. Sebagai wujud atau bukti adanya kepuasan pelanggan internal sekolah adalah para guru, tenaga admnistrasi, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan dan kemanan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai sistem, prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan. Dengan adanya kepuasan pelanggan internal ini diharapkan mereka dapat memuwujudkan kepuasan terhadap pelanggan eksternal sekolah (Nurochim, http://nurochim.multiply.com/journal/)

2. Keterlibatan Total
Tiap orang mesti terlibat dalam transformasi mutu. Manajemen mesti memiliki komitmen untuk memfokuskan pada mutu. Seperti ditunjukkan dalam program mutu yang disajikan dalam buku ini, manajemen administratif wilayah dan sekolah harus mendorong staf dan siswa untuk mngubah cara kerja yang selama ini dilakukan. Tanpa adanya komitmen, program mutu tidak akan berhasil.
Untuk mewujudkan keterlibatan total semua warga sekolah kepala sekolah menyusun organisasi, menganalisis jabatan dan pekerjaan, menyusun uraian tugas, menempatkan orang sesuai latar belakang pendidikan dan keahliannya serta sesuai dengan beban tugas dan pekerjaannya secara merata. Semua warga sekolah diberikan tugas dan fungsi sesuai keahliannya, sesuai bakat dan minatnya. Sebesar atau sekecil apapun, semua warga sekolah harus dilibatkan, diberikan tugas, peran dan fungsi dalam peningkatan mutu sekolah, mulai dari kepala sekolah itu sendiri, komite sekolah, para guru, staf tata usaha, pustakawan, laboran, siswa dan orang tua.
Pelibatan semua warga sekolah itu harus berlangsung mulai dari planning, organizing, staffing, directing, commanding, coordinating, communicating, budgeting, leading, motivating, compensating dan sampai kepada controlling. Dengan pelibatan tersebut, maka mereka akan menjalankan tugas, peran dan fungsi serta pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan penuh komitmen. Pelibatan semua warga sekolah menurut Goetsch dan Davis sebagaimana di kutip oleh Ariani adalah merupakan bentuk pemberian kepuasan kepada pelangan internal agar mereka mau dan mampu memberikan layanan pendidikan yang memuaskan bagi pelangan eksternalnya. Pelibatan warga sekolah itu dalam seluruh proses atau kegiatan.
Bentuk-bentuk keterlibatan guru dan karyawan sekolah dalam peningkatan mutu sekolah dapat berupa saran, baik secara pribadi maupun kelompok, baik atas permintaan pimpinan ataupun atas inisiatif sendiri, dibentuknya tim pemecahan masalah baik atas inisiatif kelompok maupun atas permintaan pimpinan, terbentuknya komite perbaikan mutu sekolah secara berkesinambungan, terbentuknya gugus kendali mutu sekolah dan terbentuknya kelompok-kelompok kerja dalam peningkatan mutu sekolah. Keberhasilan pemberdayaan guru dan karyawan pada suatu sekolah ditandai bahwa pekerjaan mereka milik mereka sendiri, meraka bekerja, menjalankan tugas dan fungsinya secara bertanggung jawab, mereka memahami betul posisi mereka berada dan mereka memiliki pengendalian atas pekerjaan mereka.
Transformasi mutu diawali dengan mengadopsi paradigma baru pendidikan. Cara pikir dan cara kerja lama harus disingkirkan. Dalam bidang pendidikan, memang sulit bagi orang-orangnya untuk mengembangkan paradigma baru pendidikan. Ada dua keyakinan pokok yang menghalangi tiap upaya penciptaan mutu dalam sistem pendidikan. Pertama, banyak profesional pendidikan yakin bahwa mutu pendidikan bergantung pada besarnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan. Lebih banyak uang yang diinvestasikan dalam pendidikan maka semakin tinggi mutu pendidikan. Studi kasus mutakhir meruntuhkan keyakinan ini.
Kedua, banyak profesional pendidikan yang tetap memandang pendidikan sebagai ”jaringan anak manis”. Mereka bersikukuh untuk bertahan dari tarikan profesional nonpendidikan yang mempengaruhi perubahan sistem. Banyak profesional pendidikan secara terbuka menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen terhadap transformasi mutu Deming. Namun tindakan mereka menunjukkan, mereka tidak mengembangkan filosofi baru pendidikan yang didasarkan pada 40 Butir Mutu Deming. Mutu pendidikan tidak akan mengalami perbaikan yang signifikan sampai ada penyelesaian terhadap kedua masalah tadi.

3. Pengukuran
Dalam hal inilah justru sekolah sering gagal melakukan. Secara tradisional ukuran mutu atas keluaran sekolah adalah prestasi siswa. Ukuran dasarnya adlah hasil ujian. Bila hasil ujian bertambah baik, maka mutu pendidikan membaik. Para profesional pendidikan mesti belajar untuk mengukur mutu. Mereka perlu mengumpulkan dan menganalisa data, para profesional pendidikan itupun dapat mengukur dan menunjukkan nilai tambah pendidikan.
Ukuran mutu menurut kriteria mutu Baldrige berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling berhubungan, yaitu leadership, information and analysis, strategic quality planning, human resource management, quality assurance product of product and services, quality result and customer satisfaction. Dari 7 area topik ukuran kualitas di atas, jika diukur dengan Kriteria Baldrige Award maka perbaikan sistem manajemen kualitas adalah sebagai berikut :

a. Kepemimpinan :
1). Kepala sekolah memiliki pernyataan kebijakan kualitas
2). Guru dan staf serta seluruh warga sekolah mengetahui sasaran kualitas jangka panjang sekolah
3). Kepala sekolah terlibat secara penuh dalam pengembangan kultur kualitas sekolah
4). Kepala sekolah memiliki pelatihan yang tepat tentang konsep-konsep kualitas
5). Kepala sekolah mempraktikkan konsep-konsep kualitas yang diajarkan
6). Kebijakan kuaitas berlandaskan pada kebutuhan untuk perbaikan terus menerus
7). Tanggung jawab perbaikan kualitas telah secara jelas dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah
8). Komite kualitas sekolah mengkoordinasikan berbagai unit-unit sekolah
9). Masyarakat mengetahui sasaran kualitas sekolah
10). Kepala sekolah membrikan sumber daya yang cukup dan tepat untuk perbaikan kualitas
b. Analisis dan Informasi
1). Kepala sekolah melaporkan data tentang semua dimensi penting dari kualitas pelanggan sekolah
2). Guru dan karyawan melaporkan data tentang semua dimensi pelayanan yang penting
3). Data kualitas dilaporkan kepada semua unit-unit sekolah
4). Data tentang pelatihan manajemen kualitas dikumpulkan oleh tata usaha
5). Kepala sekolah menganalisis data tentang pandangan masyarakat terhadap kualitas sekolah
6). Kepala sekolah menganalisis biaya yang tidak efisien
7). Kepala sekolah mengidentifikasi kendala-kendala dalam mewujudkan kulialitas sekolah

c. Perencanaan Kualitas Strategis
1). Kepala sekolah menggunakan data kompetitif dari sekolah lain ketika mengembangkan sasaran kualitas
2). Kepala sekolah memiliki rencana operasional tahunan yang menggambarkan sasaran kualitas
3). Guru dan karyawan dilibatkan dalam perencanaan kualitas
4). Pimpinan unit-unit/komponen sekolah berusaha untuk mencapai sasaran kualitas
5). Fungsi kualitas merupakan bagian rencana kegiatan sekolah
6). Kepala sekolah memiliki metode spesifik untuk memantau kemajuan menuju perbaikan kualitas sekolah
7). Terdapat rencana kualitas yang mempengaruhi semua unit sekolah
8). Kepala sekolah memiliki rencana kualitas untuk masukan

d. Pengembangan Sumber Daya Manusia
1). Kepala sekolah memiliki rencana peluang bagi guru dan karyawan dalam perbaikan kualitas
2). Kriteria kualitas digunakan dalam evaluasi performa SDM sekolah
3). Sasaran kualitas dikomunikasikan kepada semua guru dan staf
4). Guru dan karyawan percaya dan secara terus menerus memberikan layanan terbaik
5). Semua guru dan kaeyawan dilatih tentang konsep perbaikan kualitas
6). Kepala sekolah memberikan kompensasi/imbalan atas jasa guru/karyawan untuk usaha perbaikan kualitas mereka
7). Kepala sekolah mengumpulkan data tentang moral guru dan karyawan
e. Manajemen Mutu Proses
1). Ekspektasi kualitas dari pelanggan didefinisikan secara jelas
2). Kebutuhan pelanggan ditransformasikan ke dalam proses perencanaan untuk perbaaikan kualitas
3). Terdapat sistem yang efektif untuk memproses informasi tentang ekspektasi pelanggan
4). Kepala sekolah melakukan audit sistem manajemen kualitas
5). Kepala sekolah bekerjasama dengan stakeholder untuk meningkatkan kualitas
6). Unit-unit pendukung sekolah mendifinissikan sasaran kuaalitas
7). Kepala sekolah menyimpan dan mempertahankan dokumen-dokumen kualitas yang baru (tidak usang)
8). Terdapat sistem efektif untuk mengkomunikasikan ide-ide kualitas kepada kepala sekolah

f. Hasil-hasil Kualitas
1). Sekolah merupakan satu di antara tiga sekolah terbaik dalam lingkup kepuasan pelanggan
2). Kepala sekolah menunjukkan perbaikan kualitas terus menerus selama tiga tahun terakhir
3). Kepala sekolah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui unit-unit pendukung
4). Kepala sekolah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui stakeholder
5). Terdapat penurunan terus menerus keluhan pelanggan dalam waktu tiga tahun terakhir.

g. Kepuasan Pelanggan
1). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa pelanggan puas atas barang dan/aatau jasa yang diberikan
2). Kepala sekolah melaporkan data kepuasan pelaanggan
3). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan meningkat terus menerus dalam waktu tiga tahun terakhir
4). Kepala sekolah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan sekolah yang dipimpinnya lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah pesaingnya
5). Terdapat suatu proses efektif untuk menangani keluhan pelanggan
6). Definisi pekerjaan pendukung guru dan karyawan untuk secara tepat menyesaikan keluhan-keluhan pelanggan
7). Kepala sekolah menggunakan pendekatan inovatif untuk menilai kepuasan pelanggan.
Pengukuran tersebut dapat digunakan skala Likert dengan rentang angka 1 = sangat tidak setuju, 4 = netral dan 7 = sangat setuju.

4. Memandang Pendidikan Sebagai Sistem
Pendidikan mesti dipandang sebagai sebuah sistem. Ini merupakan konsep yang sulit dipahami para profesional pendidikan. Umumnya orang yang bekerja di bidang pendidikan memulai perbaikan sistem tanpa mengembangkan pemahaman yang penuh atas cara kerja sistem tersebut. Dalam sebuah analisa rinci atas perguruan tinggi Inggris belum lama ini, ternyata sangat mengejutkan. Perguruan itu tak punya catatan tertulis mengenai proses atau prosedur kerja. Fungsi-fungsi bisa berjalan lantaran memang selalu dijalankan. Hanya dengan memandang pendidikan sebagai sebuah sistem maka para profesional pendidikan dapat mengeliminasi pemborosan dari pendidikan dan dapat memper-baiki mutu setiap proses pendidikan.
Pendidikan sebagai sistem di suatu sekolah merupakan suatu keseluruhan yang utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagai sistem di suatu sekolah/lembaga pendidikan sub-sub sistemnya adalah kurikulum dan pembalajaran, organisasi dan kelembagaan, manajemen dan administrasi, keteganaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan iklim/budaya sekolah.
Kesembilan komponen atau subsistem dalam lembaga pendidikan tersebut tidak dapat dipisahkan, kesemuanya saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruhi. Tercapainya kurikulum dan suksesnya proses pembelajaran sangat terkit, tergantung dan dipengaruhi oleh 8 unsur/komponen/subsistem yang lainnya. Organisasi/lembaga sekolah akan dapat berdiri tegak jika, kurikulum dan pembalajaran, manajemen dan administrasi, keteganaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan iklim/budaya sekolah semuanya ada dan berjalan dengan baik. Manajemen dan administrasi pendidikan akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh 8 unsur pendidikan lainnya. Ketenagaan akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, jika didukung oleh 8 unsur pendidikan lainnya. Peserta didik akan dapat belajar dengan baik, jika 8 unsur pendidikan itu ada dan berfungsi dengan baik. Demikian pula pembiayaan, sarana dan prasarana, peran serta masyarakat dan pembentukan budaya dan iklim sekolah yang mendukung semua mempengaruhi dan dipengaruhi oleh 8 unsur lainnya.

5. Perbaikan Berkelanjutan
Konsep dasarnya, mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki. Menurut filosofi manajemen lama, ”Kalau belum rusak, jangan diperbaiki”. Mutu didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen baru, ”Bila tidak rusak, perbaikilah, karena bila Anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”. Inilah konsep perbaikan berkelanjutan.
Perbaikan mutu berkesinambungan adalah ciri manajemen mutu terpadu. Oleh karena itu, sekolah bermutu terpadu dituntut untuk terus mengadakan perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan atau berkesinambungan. Jika perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan itu mengacu kepada Siklus Deming (Deming Cycle), maka tahapannya adalah
a. Mengadakan riset pelanggan dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan)
b. Menghasilkan produk pendidikan melalui proses pembelajaran (do)
c. Memeriksa produk pendidikan melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai rencana atau belum (check)
d. Memasarkan produk pendidikan dan menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat, pendidikan lajut, pemerintah dan dunia usaha (action)
e. Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar, baik baik pada pendidikan lajut ataupun di dunia usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analyze).
`Tuntutan peningkatan mutu suatu produk atau layanan jasa termasuk pendidikan oleh pelanggan terus terus menerus berkembang dan meningkat dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun dan dari jaman ke jaman. Masyarakat semakin cerdas dalam memilih lembaga pendidikan, mereka dapat membedakan lembaga pendidikan/sekolah yang berkualitas dan kurang berkualitas. Oleh karena itu, penyelenggara/pengelola sekolah/madrasah atau lembaga pendidikan tidak bisa menyelenggarakan pendidikan asal jadi dan statis tanpa perbaikan berkesinambungan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan lembaga pendidikan pada sekolah ataupun madrasah dituntut untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan atau keinginan pelanggannya, melibatkan secara total semua komponen sekolah, mengadakan pengukuran dan evaluasi diri terhadap kemaajuan lembaga pendidikan yang dikelalolanya, peningkatan atau perbaikan mutu pendidikan yang diselenggarakannya secara menyeluruh terhadap semua komponen/susb-subsistem lembaga pendidikan dan mengadakan berbaikan mutu pendidikan secara berkesinambungan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan jaman dan memenuhi atau melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
Sumber :MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH, DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009

No comments:

Post a Comment