APSI Nganjuk

My photo
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Sebagai Media Informasi Pendidikan & Pembelajaran (Dari Kita Untuk Semua) Kontak: 082143737397 atau 085735336338

Saturday, August 4, 2012

TINGKATAN ORANG BERPUASA

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa. (QS al-Baqarah, 183). Ayat di atas merupakan landasan syariah bagi puasa Ramadan. Ayat tersebut berisikan tentang seruan Allah Swt kepada orang-orang beriman untuk berpuasa. Sedangkan bagaimana cara melaksanakannya puasa tersebut dijelaskan dalam ayat-ayat seterusnya yaitu ayat 184-187. Dalam ayat tersebut, yaitu ayat 184 Allah Swt berfirman: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan [maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari], maka Itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Sedangkan dalam ayat 185 Allah Swt berfirman: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” Kemudian dalam ayat 186 Allah Swt berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Selanjutnya dalam ayat 187, Allah Swt berfirman: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf [I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” Dilihat dari segi bahasa (lughat) seruan Allah Swt dalam ayat 184 tersebut bukanlah seruan yang biasa-biasa saja. Akan tetapi seruan tersebut merupakan seruan wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman. Apabila seruan tersebut tidak dilaksankan dan tidak ada sebab yang membolehkannya maka berdosalah kita. Dalam bahasa arab puasa itu disebut “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” yang berarti “menahan”. Kata “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” sendiri sama-sama bentuknya sebagai masdar dari kata kerja “shaama-yashuumu-shouman/shiyaman”. Sedangkan menurut syar’i sebagaimana dikemukan oleh Syeikh Al-Imam Al-‘Alim Al-Allamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam kitabnya “Fathul Qarib” bahwa berpuasa adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap-tiap hari yang dapat dibuat berpuasa oleh orang-orang Islam yang sehat, dan seci dari haid dan nifas. Sedangkan ulama kontemporer Asy-Seikh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “Fiqh ash-Shiyaam” menjelaskan bahwa puasa secara syar’i adalah menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum, bersetubuh dengan perempuan dan hal-hal sejenisnya, selama sehari penuh. Yakni menahan diri tersebut mulai dari munculnya fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat memenuhi perintah dan taqarub kepada Allah Swt.

No comments:

Post a Comment